Serang-Pemerintah sudah menyiapkan Strategi Internalisasi Rencana Pengelolaan Risiko Banjir Daerah (RPRBD) ke dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Dokrenbangda). Pasalnya, Program FMSRB sebagai upaya pengelolaan risiko banjir sudah di fase akhir.
Hal tersebut diungkapkan oleh plh Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah (SUPD) 1 Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Gunawan Eko Movianto, di sela-sela kegiatan Rapat Koordinasi Program Flood Management in Selected River Basins (FMSRB), di Hotel Horison Ultima Ratu, Serang, Banten, pada Selasa, (6/06/2023).
"Dalam konteks bencana banjir, terdapat beberapa aspek yang perlu diinternalisasi untuk mempersiapkan dan menghadapi bencana," ucap Gunawan Eko Movianto.
Menurutnya, internalisasi pengelolaan risiko banjir dalam dokumen perencanaan daerah memiliki urgensi yang tinggi.
Internalisasi program penanganan banjir di ruang kebijakan daerah, diantaranya dituangkan dalam RTRW, RPJMD, Renstra OPD dan RKPD.
Pengelolaan risiko banjir yang sudah menjadi prioritas dalam RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) akan lebih mudah untuk disinkronisasikan dengan program kegiatan lintas OPD untuk mendukung kebijakan pengelolaan bencana di daerah.
"Selain itu, pelaksanaan program dan kegiatan pengelolaan risiko banjir diharapkan dapat berkelanjutan," katanya.
Gunawan Eko Movianto melanjutkan bahwa, internalisasi pengelolaan risiko banjir dalam dokumen perencanaan daerah sebagai upaya untuk memastikan adanya penyelarasan antara rencana dan program pembangunan dengan upaya penanganan banjir.
Dengan demikian, aspek penanganan banjir menjadi bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang, sehingga tidak diabaikan atau dianggap sebagai hal yang terpisah.
Mengenai hal tersebut, kerjasama antara pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan agar program tersebut dapat berjalan dengan sinergis dan membawa kemanfaatan yang optimal.
Sementara itu, Direktur Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas yang hadir secara daring menambahkan bahwa, terdapat tren peningkatan jumlah kejadian banjir dalam 20 tahun terakhir. Lokasi banjir tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Ada dilematis terkait banjir sendiri karena kita tidak bisa menghindari bencana tapi hanya bisa mengurangi resiko akibat banjir. Untuk mengurangi kerugian akibat banjir itu sendiri, ada hal yang bisa kita lakukan bersama-sama yaitu terkait pengelolaan tanah dan air," katanya.
Pengelolaan tanah yang baik memerlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga terkait, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan menjaga keseimbangan ekosistem, merencanakan tata ruang yang baik, dan menerapkan praktik pengelolaan yang berkelanjutan, risiko banjir dapat diminimalkan dan dampaknya dapat dikurangi.
"Dan tidak kalah penting, adanya partisipasi semua pihak," sambungnya.