Jakarta - Ketua Umum Relawan Benteng Jokowi (BeJo) menilai Mantan Wamenkumham Denny Indrayana sudah dianggap membocorkan informasi rahasia negara, berbuat Makar dan membikin kegaduhan, Minggu (28/05/23). Hal ini terkait pernyataan Denny bahwa beredar informasi putusan MK terkait sistem pemilu legislatif, akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
"Pernyataan dan siaran Denny Indrayana di twitter sudah mengarah pada kegaduhan dan keresahan yang bisa mengadu domba negara dan masyarakat. Bahkan bisa dikatakan diduga kuat sudah masuk Makar yang membahayakan negara dan kerahasiaan negara," kata Jak TW. Tumewan di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Bahkan terkait penilaian Denny tentang posisi Presiden Jokowi tidak netral dan terlalu banyak cawe-cawe untuk urusan Pemilu 2024 mendatang. Sehingga ia berkirim surat ke Ketua DPR RI untuk memakzulkan Presiden Jokowi karena sikapnya.
"Presiden Jokowi memiliki hak politik dan ia memanfaatkan liburnya dalam kegiatan politik dan tidak menggunakan fasilitas negara. Kalau Presiden Jokowi dukung Ganjar Pranowo karena dia dari PDIP yang tentu harus didukung. Penyataan Denny tentang pemakzulan adalah upaya merongrong kewibawaan Presiden dan mau menjatuhkan pemerintahan yang sah," ungkap Papa Jak sapaan akrabnya.
Ia mengatakan, sebelumnya Denny sempat mengirim surat kepada Ketum PDI Perjuangan Megawatisoekarnoputri terkait putusan MK dan terkait sistem atau upaya penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024. Surat Denny Indrayana diunggah melalui akun media sosialnya @dennyindrayana99. Kepada Megawati dirinya mengungkap keresahaannya atas kondisi politik dan hukum dalam negeri ini.
"Sistem politik dan sistem hukum di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Hukum berjalan tanpa perbedaan siapapun yang salah bisa ditangkap, walau itu dari menteri pendukung pemerintah sekalipun. Politik berjalan dinamis dan pelembagaan demokrasi berjalan sesuai koridor undang-undang dan norma politik. Jadi Denny Indrayana mau membuat keruh air yang tenang," kritik Papa Jak dengan tajam.
Tunggu dan Hargai Putusan MK, Tanpa Kegaduhan dan Keresahan
Ketua Umum Relawan Benteng Jokowi (BeJo) ini juga menilai, kontroversi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini terkait uji materiil UU KPK. Bahkan telah beredar informasi dari mantan Wamenkumham Dr. Denny Indrayana, 28 Mei 2023 soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai, telah menjadi polemik yang ramai diberbagai kalangan masyarakat menjelang 260 hari lagi Pemilu Legislative dan Presiden 2024.
Banyak pihak menuding MK telah melampaui kewenangannya berdasarkan konstitusi alias melanggar konstitusi?
Menanggapi hal itu, Papa Jak menyatakan MK diadakan dan diatur keberadaannya dalam UUD 1945 (amandemen) adalah untuk menjaga tegaknya konstitusi berdasarkan konstitusi itu sendiri dan UU Tentang MK yang konsisten dengan Konstitusi.
"Putusan MK mengunakan penyelesaian masalah secara kenegarawanan dengan orientasi menegakkan konstitusi sebagai manifestasi politik negara," tandasnya.
Kata Papa Jak, keberadaan MK dalam UUD 1945 diletakkan sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman, merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dimana kewenangan MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final antara lain untuk menguji undang-undang (UU) terhadap undang-undang dasar (UUD) sesuai pasal 24C ayat (1) UUD 1945.
"Berdasarkan UUD 1945 itu, jelas bahwa kewenangan MK adalah peradilan. Adapun MK berwenang membuat UU atau perubahan norma UU berdasarkan konstitusi adalah DPR bersama Presiden sesuai Pasal 20 dan Pasal 22 UUD 1945. Jadi kita tunggu saja putusan MK, tanpa perlu diintervensi pihak manapun," ujarnya.
Papa Jak menambahkan, lewenangan MK adalah menguji UU terhadap UUD 1945 dan sesuai Pasal 57 UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MK. Apabila dalam peradilan uji materiil MK suatu norma UU terbukti bertentangan dengan UUD 1945.
"MK memutuskan norma tersebut yang bertentangan dengan UUD 1945 dan MK menyatakan norma UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, dan putusan itu final sifatnya serta harus segera dikirimkan kepada DPR dan Presiden dengan maksud tujuan dapat ditindak lanjuti oleh pembuat UU," paparnya.
Putusan MK untuk menjaga tegaknya konstitusi, khususnya pasal 20, 22 dan 24C ayat (1) dan Pasal 24C UUD 1945 yaitu :"Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan."
"Kita tunggu saja putusan MK, biarlah keputusan menjadi kewenangan MK yang sudah diatur di UU MK. Apabila ada yang keberatan soal Pemilu Legeslatif terbuka atau tertutup bisa mengajukan ke upaya hukum lain ke PTUN, Pengadilan Negeri atau Presiden Jokowi bisa membuat Perpu UU seperti Perpu Ciptaker dan Perpu Pilkada (UU Pemerintahan Daerah," pungkas Papa Jak. (red)
Penulis: Gus Din