Tolak Gugatan, MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Proposional Terbuka

Barsela24news.com

Jakarta, - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Putusan ini sekaligus menolak gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 itu didaftarkan oleh 6 orang pada 14 November 2022 terkait sistem pemilu agar dilakukan kembali ke sistem proporsional tertutup.

Gugatan itu dilayangkan Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan) dan Nono Marijono (warga Depok).

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6/2023)

Namun hakim MK Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion. Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan politik uang bisa saja terjadi walau sistem pemilu dilakukan lewat sistem proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup.

"Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotnensi terjadinya praktik politik uang," ujar hakim MK Saldi Isra.

Oleh sebab itu, MK memerintahkan 3 langkah dalam memerangi politik uang. Pertama parpol dan anggota DPRD memperbaiki dan komitemen tidak menggunakan politik uang.

Kedua penegakan hukum harus dilaksanakan tanpa membeda-bedakan latar belakangnya.

Ketiga masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik tidak menerima politik uang. 

Hal itu tidak hanya kesadaran dan tanggung jawab pemerintah tapi juga kolektif parpol, civil society dan masyarakat. 

"Politik uang lebih karena sifatnya yang struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pmeilihan tertentu," beber Saldi Isra.

Adapun untuk mencegah pragmatisme caleg/parpol, MK menilai parpol harus punya mekanisme seperti menggunakan pemilihan pendahaluan atau mekanisme lain, bisa digunakan untuk menentukan nomor urut calon.

"Berlakunya syarat dimaksud tidak hanya didasarkan kepada kesadaran politik, namun apabila suatu waktu ke depan pembentuk UU mengagendakan revisi atas UU 7/2017, persyararatan tersebut dimasukan dalam salah satu materi perubahan," pungkas Saldi Isra.
Tags