Semarang, Jateng - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menghadiri kegiatan Jelajah Sahabat Perempuan dan Anak (Jelajah Sapa) di Sekolah Berbasis Alam Kebon Dalem, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (16/7/2023).
Kegiatan tersebut selain memberikan motivasi, juga untuk mendengarkan dan menyerap aspirasi kaum perempuan dan anak-anak.
Gelaran ini merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh setiap 23 Juli sekaligus menjadi wadah untuk mendengarkan aspirasi anak-anak.
"Ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anak Nasional yang akan diadakan dan dihadiri oleh Menteri PPPA dan Bapak Presiden RI. Tentu, ini menjadi suatu kehormatan karena Ibu Bintang memberi amanah untuk Kota Semarang sebagai tuan rumah (Hari Anak Nasional 2023),” terang Mbak Ita sapaan akrab Wali Kota Semarang
Dia menjelaskan bahwa Sekolah Berbasis Alam Kebon Dalem Tembalang dipilih sebagai lokasi acara karena menawarkan kegiatan anak-anak yang berfokus alam. Dengan begitu, anak-anak bisa melupakan sejenak media elektronik yang selama ini mereka gunakan.
“Ini adalah salah satu cara agar anak-anak bisa mencintai alam. Mencintai kehidupan yang mestinya kita lalui pada saat anak-anak. Jadi tidak hanya bermain gadget, melihat televisi, atau main medsos. Tetapi juga bagaimana anak-anak mencintai alam, dan yang akan datang anak-anak ini juga bisa menularkan kepada teman-teman lainnya,” terang Mbak Ita.
Sementara itu, I Gusti Ayu Bintang Darmawati berharap, Hari Anak Nasional dapat benar-benar menjadi hari raya bagi anak-anak Indonesia.
“Momentum Hari Anak Nasional memang harinya mereka. Jadi, mereka harus bersukacita dengan hal yang menjadi kebutuhan mereka. Makanya, kami ingin membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan suara mereka. Apa yang mereka inginkan, apa yang mereka harapkan, negara harus hadir untuk mereka,” jelas Bintang.
Pada kegiatan Jelajah Sapa, Bintang juga menyinggung mengenai kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Dirinya bersyukur karena sudah banyak perempuan yang berani untuk berbicara mengenai kekerasan yang sudah dialami.
Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es karena masih banyak yang belum terungkap.
“Dengan semakin banyak kasus terungkap, justru kami syukuri. Sebab, kami bisa memberikan keadilan kepada korban dan efek jera kepada pelaku. Kalau kita berbicara kasus kekerasan (terhadap perempuan), ini kan seperti fenomena gunung es. Realitasnya, banyak kasus yang terjadi, tetapi tidak terungkap,” ucapnya. (Marhen)