Yogyakarta – Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri mengadakan pertemuan pusat dan daerah dalam rangka persiapan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 yang dilaksanakan pada 6 hingga 8 September 2023 di The Rich Hotel Jogja, Yogyakarta.
Dalam rilis yang diterima redaksi, Senin (11/9/2023), pertemuan ini dibuka oleh Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dan dihadiri oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Sekretaris Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Kemendagri, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemnaker, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistika BPS, Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Provinsi D.I. Yogyakarta dan para pejabat/perwakilan dari Kemendagri, Kemnaker, Kementerian PPN/Bappenas, BPS serta para Kepala Dinas yang membidangi urusan Tenaga Kerja dan Kepala Biro Hukum atau yang mewakili dari 38 Provinsi di seluruh Indonesia.
”Dalam lampiran UU 23/2014 telah dijelaskan bahwa penetapan Upah Minimum (UM) merupakan salah satu kewenangan Pemerintah Provinsi dalam Urusan Pemerintahan Bidang Tenaga Kerja yang termasuk ke dalam urusan wajib non pelayanan dasar,” ucap Dirjen Bina Pembangunan Daerah Restuardy Daud pada awal sambutannya.
Penetapan UMP tahun 2022 berpedoman pada formula yang dijelaskan dalam PP 36/2021, penetapan UMP pada tahun tersebut berdasarkan evaluasi yang dilakukan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri terdapat lima provinsi yang penetapannya tidak sesuai dengan formula tersebut, yaitu DKI Jakarta, Riau, Jambi, NTT, dan Papua Barat.
Penetapan UMP pada tahun selanjutnya dikarenakan pandemi Covid-19 telah mereda dan kondisi perekonomian telah kembali membaik dan pulih dan berdasarkan serap aspirasi ke daerah dan stakeholders lainnya maka penetapan UMP tahun 2023 perlu dilakukan penyesuaian atas kebijakan upah, sehingga diterbitkannya Permenaker 18/2022 yang bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan kelangsungan bekerja dan berusaha. Namun pada pelaksanaanya, masih terdapat tiga provinsi yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, yaitu Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Restuardy tidak lupa memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah daerah yang telah menetapkan Upah Minimum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diharapkan tetap konsisten dalam penetapan Upah Minimum pada tahun-tahun berikutnya.
Restuardy juga turut menyampaikan sebagian hasil dari serap aspirasi yang dilakukan Kemnaker untuk penetapan Upah Minimum 2024.
Pertama, penentuan besaran nilai Upah Minimum diharapkan dapat melibatkan partisipasi perwakilan tokoh masyarakat.
Kedua, saat ini tengah dilakukan penyempurnaan formulasi penghitungan Upah Minimum yang terdapat dalam PP 36/2021 dan Permenaker 18/2022.
Ketiga, Dewan Pengupahan Daerah hanya terpaku pada data dan angka yang telah disediakan dan minimnya masukan terhadap pengembangan sistem pengupahan. Dewan Pengupahan Daerah diharapkan mempunyai peran lebih besar dalam penghitungan Upah Minimum dan dapat memberikan rekomendasi pengembangan sistem pengupahan.
Restuardy juga memberikan penekanan bahwa Upah Minimum adalah jaring pengaman (safety net) yang diberikan kepada pekerja yang bekerja kurang dari 12 bulan, sedangkan bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari 12 bulan diberlakukan ketentuan pengupahan dengan menggunakan Struktur Skala Upah yang wajib disusun oleh perusahaan.
Pada akhir sambutannya, Restuardy menyampaikan beberapa arahan yang perlu disoroti dalam penetapan Upah Minimum tahun 2024.
Pertama, Upah Minimum diperuntukkan hanya bagi pekerja dengan masa kerja dibawah satu tahun atau belum berpengalaman (unskilled/low skilled labor), sedangkan bagi pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun menggunakan Struktur Skala Upah (SUSU).
Kedua, menjaga kondusifitas hubungan industrial dengan melakukan komunikasi yang intensif kepada Serikat Buruh/Pekerja maupun asosiasi pengusaha terkait penyesuaian Upah Minimum agar sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Selanjutnya, pemerintah daerah agar mendorong perusahaan untuk menyusun dan menetapkan Struktur Skala Upah serta memperketat pengawasan terhadap pelaksanaanya agar berjalan dengan baik.
Terakhir, mendorong kepada Dewan Pengupahan Daerah agar lebih berperan aktif terhadap fungsi pengembangan sistem pengupahan.
Pada acara ini, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menjadi salah satu narasumber mengatakan atas masukan MK terkait revisi PP 35/2021 dan 36/2021, Kemnaker melakukan serap aspirasi kepada tripartit (SP/SB, pengusaha, akademisi) untuk mendengarkan masukan, yang telah dilakukan di 20 titik di seluruh Indonesia untuk merumuskan penetapan UM 2024.
"Dengan memperhatikan waktu yang ada, apabila dalam proses hukum revisi PP 36/2021 tidak bisa selesai, maka langkah antisipasi Kemnaker ialah dengan mengeluarkan regulasi lain untuk menetapkan UM 2024", kata Putri.
Narasumber lainnya yang turut hadir dalam acara ini yaitu Mahatmi P. Saronto selaku Direktur Ketenagakerjaan Bappenas yang mengungkapkan bahwa produktivitas dan daya saing dari tenaga kerja Indonesia masih rendah, sehingga perlu mendapatkan perhatian.
Salah satu penyebab hal tersebut ialah penghitungan upah tenaga kerja belum berdasarkan output/produktivitas. Untuk itu, tindak lanjut yang perlu dilakukan ialah mengarahkan penghitungan upah yang didasari pada produktivitas.
Kegiatan ini diakhiri dengan penegasan oleh Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Ditjen Bina Pembangunan Daerah Zanariah yang menyampaikan berkaitan dengan penetapan UM 2024 bahwa sesuai dengan aturan yang berlaku, Gubernur dan Bupati/Walikota memiliki peran yang sangat strategis.
”Pemerintah daerah perlu untuk menjaga kondusivitas dengan mengambil langkah-langkah antisipatif seperti melakukan sosialisasi dan juga dialog sosial dengan stakeholder pengupahan. Hal ini dalam rangka meredam bahkan mencegah terjadinya gejolak atas penetapan UM tahun 2024,” tegas dari Zanariah.
Selain itu, pada akhir kalimatnya Zanariah menambahkan bahwa perlunya daerah melakukan pembinaan kepada perusahaan-perusahaan diwilayahnya untuk menerapkan struktur dan skala upah. (**)