Bandar Lampung-Ketua Umum (Ketum), Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), M.Nurullah RS, Minta Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK RI) periksa penggunaan keuangan Pemerintah Kota Bandarlampung yang dinilai janggal.
Pasalnya masih kata dia, hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pengunaan anggaran Pemkot Bandarlampung terkesan amburadul alias tidak jelas syarat dengan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Saya minta KPK dan Aparat penegak hukum agar melakukan audit keuangan Pemkot Bandarlampung yang diduga mencurigakan,"tegas Ketum DPP PWDPI, M.Nurullah RS, pada Rabu (20/9/2023).
Ketum PWDPI, Nurullah juga menjelaskan, berdasarkan pemberitaan yang ada Pemkot Bandarlampung diduga diambang kebangkrutan, bannyak kewajiban yang belum terbayarkan, sehingga walikota setempat ingin menjual aset milik negara.
"Ini sangat memprihatinkan dan sangat miris. Padahal sumber daya alam atau sumber pendapatan asli Daerah kota Bandarlampung sangat bannyak sekali jika dikelola dengan baik. Apa karena walikotanya tidak mampu memimpin,"ujar Nurullah.
Dia juga mengatakan, ketidak berhasilan pengelolaan anggaran terlihat dengan karut-marutnya adminitrasi kota setempat.
Terpisah, seperti dilansir dari laman media KBNI–News.Com, Pada tahun 2022 lalu, Pemkot Bandar Lampung mendapat pinjaman dana dari PT SMI melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 147.766.963.670,15.
Yang dicairkan dua tahap. Yaitu tahap pertama sebanyak Rp 65.124.284.900, disusul tahap kedua Rp 82.642.678.770,15.
Selain mendapat hutang dari PT SMI berbalut program PEN, pada tahun yang sama pemkot juga menerima dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 181.288.814.520. Yang terbagi untuk DAK Fisik sebanyak Rp 41.810.272.846, dan DAK Non Fisik kebagian Rp 139.478.541.674.
Berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan Lampung, pada 31 Desember 2022 rekening koran saldo kas daerah Pemkot Bandar Lampung hanya berisi Rp 89.532.806,64.
BPK pun menyimpulkan, dana PEN dan dana DAK telah digunakan untuk membiayai kegiatan atau belanja tahun 2022 diluar yang diatur dalam petunjuk teknis penggunaannya, yaitu sebesar Rp 64.039.091.375,36.
Akibat penyalahgunaan pemakaian dana PEN dan DAK tersebut, menurut BPK, menimbulkan hutang atas kegiatan yang seharusnya dibayarkan dari dana dimaksud kepada pihak terkait, sebesar Rp 24.198.377.995.
OPD yang seharusnya menerima pembayaran atas kegiatannya dengan dana PEN adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 1.693.994.000 dan Dinas PU Rp 10.276.733.955.
Selain dari dana PEN, kedua dinas tersebut juga seharusnya mendapat pembayaran atas kegiatannya dari dana DAK. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan semestinya menerima dana DAK Fisik PAUD sebanyak Rp 100.772.400, dana DAK Fisik SD Rp 460.281.210, dan dana DAK Fisik SMP sebesar Rp 2.198.023.680. Sedangkan Dinas PU seharusnya menerima dana DAK Fisik mencapai Rp 3.638.620.230.
Juga Dinas Kesehatan seharusnya menerima dana DAK Fisik Rp 4.893.255.495, dan dana DAK Non Fisik Rp 142.190.000. Ditambah Dinas Dukcapil mestinya mendapatkan dana DAK Non Fisik adminduk sebesar Rp 794.506.225.
Lalu apa tanggapan BPKAD Bandar Lampung terkait dengan temuan BPK jika telah terjadi penyalahgunaan anggaran dana PEN dan DAK tersebut? Dikonfirmasi Senin (18/9/2023) pagi di ruang kerjanya, Kepala BPKAD Bandar Lampung, M. Nur Ramdhan justru nempertanyakan apa landasan BPK hingga menyatakan pihaknya melakukan hal yang tidak sesuai ketentuan.
“Yang namanya dana PEN itu pinjaman dari pemerintah pusat. Kalau sampai akhir tahun tidak terserap, boleh-boleh saja dipakai untuk belanja yang wajib-wajib. Dan perlu diketahui, dana PEN itu sama saja dengan nada nganggur, ya tidak masalah kalau digunakan. Memang salahnya dimana,” urai M. Nur Ramdhan.
Dilanjutkan, karena PEN sama dengan posisi dana nganggur, pihak peminjam berhak menggunakannya sesuai kebutuhan.
“Yang penting kan, begitu PEN harus dibayar, ya kita bayar. Kalau apa yang kami lakukan memang bermasalah, saat ini pasti pihak pemberi pinjaman sudah memberi pinalti. Nyatanya kan tidak. Artinya, ya tidak ada masalah,” Nur Ramdhan menambahkan.
Sayangnya, ia tidak menjelaskan mengenai dampak penggunaan dana PEN yang tidak sesuai perjanjian dan dana DAK yang melanggar petunjuk teknisnya telah berdampak pada kegiatan di beberapa OPD yang belum dibayar. Dengan jumlah total Rp 24.198.377.995.
Terlepas dari pernyataan Kepala BPKAD Bandar Lampung, menurut BPK RI Perwakilan Lampung, terkait dengan penggunaan dana PEN dan DAK tersebut, Kabid Perbendaharaan BPKAD mengaku pihaknya tidak melakukan pemantauan terhadap penggunaan dana DAK dan PEN yang digunakan untuk membiayai belanja diluar ketentuan.
Bidang Perbendaharaan BPKAD Bandar Lampung beralasan, demikian masih menurut BPK, bahwa atas seluruh penerimaan, baik yang berasal dari PAD maupun dari transfer dana pusat, masuk ke rekening kas daerah dan bercampur menjadi satu, sehingga Bidang Perbendaharaan tidak dapat memilah mana yang merupakan dana DAK (maupun PEN, red) dan mana yang merupakan PAD.
Pernyataan Kabid Perbendaharaan BPKAD Bandar Lampung itu tidak ditelan mentah-mentah. Tim BPK pun melakukan penelisikan.
Hasilnya? BPK menuliskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Bidang Perbendaharaan BPKAD Bandar Lampung sudah melakukan pengendalian atas transaksi pengeluaran yang menggunakan dana DAK dan PEN berupa pencatatan manual dalam bentuk excel, sehingga pengeluaran dan saldo dari masing-masing mata anggaran seharusnya dapat diketahui.
Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung, bisa dikatakan tata kelola keuangan Pemkot Bandar Lampung memang sangat memprihatinkan.
Betapa tidak.
Di satu sisi, kewajiban memberikan hak ASN berupa tunjangan kinerja (tukin) berlangsung tidak merata antar instansi dan jauh dari ketentuan, di sisi lain miliaran dana tercecer di berbagai organisasi perangkat daerah atau OPD.
Menurut penelusuran media ini berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022 atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, terungkap banyaknya dana rakyat dalam APBD 2022 yang tercecer di puluhan OPD.
Seperti diketahui, pada anggaran tahun 2022 Pemkot Bandar Lampung menyediakan dana untuk pembayaran honor mencapai Rp 23.505.700.422,05.
Belanja pegawai atau pemberian honorarium itu, di antaranya untuk penanggungjawab pengelola keuangan sebesar Rp 8.836.112.500, belanja honorarium pengadaan barang/jasa sebanyak Rp 339.100.000, belanja honorarium perangkat unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ) Rp 326.950.000, honorarium narasumber atau pembahas, moderator, pembawa acara, dan panitia Rp 3.544.197.922,05.
Juga honor tim pelaksana kegiatan dan sekretariat tim pelaksana kegiatan sebesar Rp 9.921.680.000, honorarium rohaniawan Rp 4.700.000, honor untuk tim penyusunan jurnal, buletin, majalah, pengelola teknologi informasi dan pengelola website Rp 149.400.000, serta honor untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan sebesar Rp 392.560.000.
Persoalan timbul akibat realisasi pemberian honor yang mengacu kepada Peraturan Walikota Nomor 33 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan APBD Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2022, dinilai BPK RI Perwakilan Lampung, tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
Akibat Perwali yang “melebihi” Perpers tersebut, BPK merekomendasikan agar kelebihan pembayaran honor menggunakan dana APBD 2022, dikembalikan ke kas daerah.
Menurut data BPK, dari dana Rp 23.505.700.422,05 yang digunakan untuk membayar honor, telah terjadi penyimpangan sebanyak Rp 3.733.744.250. Dan memprihatinkannya, keberadaan dana yang tidak sesuai ketentuan tersebut, tercecer pada 54 OPD di lingkungan Pemkot Bandar Lampung.
Lalu OPD apa saja yang direkomendasikan BPK RI Perwakilan Lampung agar mengembalikan kelebihan honor yang diterima kepada kas daerah? BPPRD wajib mengembalikan sebesar Rp 92.217.500, Bakesbangpol Rp 49.725.000, Bappeda Rp 10.100.000, BKD Rp 142.387.500, dan BPBD Rp 15.095.000.
Sementara Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung diwajibkan mengembalikan kelebihan honor sebanyak Rp 289.485.000, Disdikcapil Rp 9.112.500, Dinas Kesehatan Rp 113.080.000, DPMPTSP Rp 12.100.000, dan Dinas PPKB sebesar Rp 28.682.500.
Sedangkan Dinas Kelautan dan Perikanan direkomendasikan oleh BPK untuk mengembalikan kelebihan uang honor sebanyak Rp 1.900.000, Dinas Koperasi dan UKM Rp 11.900.000, Dinas P3A Rp 8.625.000, Dinas Pangan Rp 7.942.500, Dinas Pariwisata Rp 9.542.500, serta Dinas Perdagangan Rp 12.652.500.
Dinas Perindustrian direkomendasikan mengembalikan uang kas daerah sebesar Rp 5.700.000, Dinas Perkim Rp 17.765.000, Dinas Lingkungan Hidup Rp 18.810.000, dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Rp 18.395.000.
Pihak RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo dikenai keharusan mengembalikan kelebihan honor sebanyak Rp 34.682.000, diikuti Dinas PMK Rp 1.912.500, dan Inspektorat Rp 2.580.000. Diskominfo Rp 6.600.000, Dinas PU Rp 6.750.000.
Sedang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terjadi kelebihan pembayaran honorarium sebanyak Rp 18.240.000, Dinas Pertanian Rp 12.120.000, Dinas Sosial Rp 14.430.000, dan Disnaker Rp 156.343.750.
Satpol PP direkomendasi mengembalikan uang sebesar Rp 12.825.000, dan Sekretariat Pemkot Rp 35.345.000. Dinas Perhubungan Rp 18.770.000, dan Dispora Rp 2.400.000.
Jajaran kecamatan pun dinilai BPK telah menerima kelebihan pembayaran honorarium akibat Perwali 33/2021 “mengangkangi” Perpres 33/2020. Karenanya BPK merekomendasikan Kecamatan Tanjung Karang Barat mengembalikan ke kas daerah sebesar Rp 9.450.000, diikuti Kecamatan Kemiling Rp 11.060.000, dan Kecamatan Sukabumi Rp 6.600.000.
Sementara Kecamatan Teluk Betung Timur berkewajiban mengembalikan dana sebanyak Rp 9.270.000, Kecamatan Langkapura Rp 4.975.000, Kecamatan Way Halim Rp 10.350.000, Kecamatan Bumi Waras Rp 9.225.000, dan Kecamatan Panjang Rp 6.270.000.
Kecamatan Tanjung Karang Pusat diminta BPK mengembalikan uang Rp 14. 500.000, disusul Kecamatan Tanjung Senang Rp 6.270.000, Kecamatan Rajabasa Rp 4.507.500, Kecamatan Teluk Betung Barat Rp 11.390.000, Kecamatan Sukarame Rp 9.315.000, dan Kecamatan Kedamaian Rp 8.280.000.
Untuk Kecamatan Teluk Betung Selatan, kelebihan pembayaran honorarium yang direkomendasikan BPK untuk dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp 2.565.000, Kecamatan Labuhan Ratu Rp 15.105.000, Kecamatan Kedaton Rp 5.375.000, Kecamatan Teluk Betung Utara Rp 10.200.000, Kecamatan Tanjung Karang Timur Rp 5.350.000, dan Kecamatan Enggal Rp 3.300.000.
Dana rakyat Bandar Lampung dalam APBD 2022 yang tercecer ini, paling besar terjadi di BPKAD, dengan total Rp 2.372.171.000. (Tim).