Pimred Barsela24news Kritisi Wacana Pemerintah Kontrol Pengawasan Rumah Ibadah

Barsela24news.com


BARSELA,- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza mengusulkan adanya mekanisme kontrol rumah ibadah. Tujuannya untuk mencegah penyebaran paham radikalisme. Usulan tersebut muncul saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Drs. H. Safaruddin, M.I.Kom. Saat itu ia menyinggung adanya masjid di instansi Pemerintah di Kalimantan Timur yang menurut dia setiap hari isi ceramahnya mengkritik Pemerintah.

Selanjutnya BNPT juga akan melibatkan masyarakat agar turut mengawasi ceramah-ceramah di masjid. Harapannya, tokoh agama dan warga yang akan mencegah dan menegur ujaran yang menyebarkan rasa kebencian, kekerasan dan permusuhan.

Namun, rencana ini langsung menuai reaksi keras dari kalangan Muslim, bahkan juga dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI). Wakil Ketua MUI Anwar Abbas menyatakan bahwa cara berpikir dan bersikap BNPT ini menunjukkan corak kepemimpinan yang tiranic dan despotisme. Ketua Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan BNPT ini akan menimbulkan konflik antar golongan di masyarakat.

Reaksi senada juga muncul dari Pimred barsela24news.com Ahmad S. Amd, yang akrab di sapa Abi, mengkritisi wacana pemerintah kontrol pengawasan rumah ibadah, menurutnya, pengawasan masjid dengan dalih pencegahan radikalisme adalah bentuk islamofobia. Takut dan benci pada ajaran agama seperti mencurigai aktivitas dakwah di masjid. Sebagaimana takut dan benci pada penerapan syariat Islam yang sebenarnya itu adalah kewajiban kaum muslimin, katanya, Sabtu (26/9/23).

lanjut Ia mengatakan bahwa label radikalisme sendiri produk dari barat untuk menyudutkan dan menyerang Islam. Barat menggunakan istilah radikalisme pada kelompok-kelompok Islam yang menolak tunduk pada kepentingan mereka dan menolak ajaran sekularisme-liberalisme yang mereka propagandakan. Kepentingan Barat itu adalah melestarikan imperialisme gaya baru mereka berupa penjajahan ekonomi, politik, sosial, budaya juga militer. Lalu Barat memuji-muji kelompok Islam yang akomodatif terhadap kepentingan mereka dan menerima ajaran-ajaran mereka dengan nama Islam moderat.

Padahal nilai-nilai sekularisme dan liberalisme yang dibungkus dengan demokrasi sudah terbukti mengandung mafsadat seperti: mengesahkan LGBT, melegalkan minuman keras, perzinaan dan pelacuran, muamalah ribawi, bahkan sekarang muncul wacana dari Pemerintah untuk memungut pajak dari judi online. Belum lagi penjarahan SDA dengan mengatasnamakan investasi yang hanya memberikan keuntungan pada para pengusaha asing dan aseng, tegasnya

"Kritik atau mengoreksi penguasa bukanlah menjelek-jelekan penguasa atau ujaran kebencian (hate speech), ini adalah kewajiban setiap warga negara (muslim) yang menyaksikan kemungkaran di hadapannya, terutama yang dilakukan penguasa," sambungnya

Menurutnya, penguasa yang menolak dikritisi oleh rakyatnya adalah ciri penguasa totaliter. Lebih mengherankan jika ada wakil rakyat yang tidak mengkritik penguasa atau malah marah dan menolak kritik dari rakyatnya. Padahal mereka adalah wakil rakyat dan digaji oleh rakyat untuk membela kepentingan rakyat, lanjutnya

Seharusnya lebih tepat bila hari ini aparat keamanan mengawasi dan menindak setiap kebijakan pemerintah yang sudah banyak merugikan negara dan rakyat seperti sengketa lahan di kawasan Rempang, meninggalnya ratusan warga dalam Tragedi Kajuruhan, penyeludupan jutaan ton nikel ke luar negeri, ilegal logging, pengesahan UU Cipta kerja, IKN, perjudian, pencucian uang, dsb. Bukan malah memata matai dan menindak rakyat yang melakukan kritik koreksi pada penguasa, itu ibarat pepatah buruk muka cermin dibelah, katanya

"Mencurigai apalagi menghalagi amar makruf nahi mungkar adalah tindakan kemungkaran, apalagi sampai menghalang-halangi orang yang berdakwah menyampaikan Kalimatullah di masjid," pungkasnya. 

(red)
Tags