Tangerang,- Terdakwa kasus korupsi dana desa di Lontar, Kabupaten Serang, senilai Rp 925 juta, Aklani, mengaku menggunakan dana desa untuk karaoke dan hiburan malam. Dia mengaku bersenang-senang dengan stafnya menggunakan dana desa.
Dana yang digunakan terdakwa diambil dari proyek-proyek fiktif selama 2020. Misalnya, pembangunan rabat beton di beberapa RT yang nilainya ratusan juta.
Kemudian, ada proyek senilai puluhan juta seperti pelatihan servis ponsel untuk warga saat masa pandemi COVID-19. Ada juga laporan pajak yang tidak disetorkan, bantuan provinsi yang ditilap, hingga gaji pegawai yang tidak dibayarkan.
“Ini total hampir semiliar, banyak banget ini dikemanakan?” tanya hakim ketua Dedy Adi Saputra saat memeriksa terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, Selasa (31/10/2023) kemarin.
“Kalau saya merasa buat pribadi ada. Staf merasakan semua yang namanya duit,” jawab Aklani.
“Buat beli apa?” tanya hakim.
“Malu ngucapinnya. Kalau saya pakai (kira-kira) Rp 275 juta buat hiburan dengan staf-staf,” ujarnya.
Dia mengatakan hiburan itu antara lain untuk karaoke dan membayar lady companion (LC). Dia mengatakan dia juga menyawer dengan uang korupsi itu.
“Karaoke, Yang Mulia. Nyanyi-nyanyi doang. Ya kalau hiburannya tiap hari,” ujarnya
“Sisanya?” tanya hakim.
“Tiap hari hiburan terus. Ya mungkin ditotal (senilai itu). Nyawer setiap hari ada Rp 500-700 (ribu),” jawabnya.
Saweran itu katanya diberikan ke perempuan yang menemaninya dan staf saat karaoke. Dia menyebutkan uang itu juga dibagikan ke stafnya untuk menyawer LC.
“Per orang (nyawer) ladies cepek (Rp 100 ribu). Saya bawa staf masing-masing (nyawer) Rp 500 (ribu),” ujarnya.
“Yang namanya duit, Yang Mulia, jangankan uang segitu, buat hiburan setiap hari habis,” sambungnya.
Dia mengaku biasanya menghabiskan Rp 5-9 juta dalam satu malam. Dia juga mengaku agar tempat hiburan itu bisa dibuka untuknya meski sedang hari libur.
“Kecilnya aja Rp 5 juta semalam, paling besar Rp 9 juta,” ujar Aklani.
“Jumat kalau buka, saya hajar juga, saya minta sama mami, ‘Mi, buka’,” sambungnya.
Aklani mengaku menyesali perbuatannya. Dia mengaku melakukan hal itu bersama dengan staf Desa Lontar.
“Bukan nyesel, nangis Yang Mulia. Kalau di musala nangis saya. Kan minta tobat, Yang Mulia,” ujarnya.
“Saya mau pertimbangan untuk staf saya juga yang merasakan manisnya (dihukum), masa saya sendiri merasakan pahitnya,” sambungnya Aklani.
(Tim/red)