Indramayu,- Monumen Pionir Pembangunan Transmigrasi di Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menjadi tonggak semangat pengorbanan membangun daerah transmigran yang harus terus digelorakan.
Penegasan itu disampaikan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) saat menggelar Upacara Tabur Bunga Makam Pionir Transmigrasi di Indramayu, Kamis (7/12/2023).
Upacara Tabur Bunga ini merupakan rangkaian dari Puncak Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi (HBT) ke-73 yang akan dipusatkan di Desa Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, Lampung pada 12 Desember 2023 mendatang.
Dalam Upacara Tabur Bunga, Direktur Fasilitasi Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi, Wibowo Puji Raharjo memaparkan sejarah Tugu Monumen Pionir Transmigrasi di Sukra.
Wibowo mengatakan, Tugu Monumen Pionir Transmigrasi adalah saksi sejarah lambang tonggak semangat membangun transmigrasi.
Di monumen ini, sebanyak 67 pusara berjajar rapi menjadi saksi peristiwa kelabu yang terjadi terjadi pada tanggal 11 Maret 1974.
"Jer Basuki Mawa Beya adalah pepatah Jawa yang terukir dalam tugu ini mengandung makna memegang prinsip bahwa segala usaha untuk mencapai tujuan diperlukan pengorbanan dan tidak ada pengorbanan yang sia-sia," kata Wibowo.
Jika dikaitkan dalam konteks transmigrasi, maka hal itu adalah rela berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan dan membangun wilayah permukiman transmigrasi.
Jiwa semangat berjuang demi program transmigrasi yang telah dilakukan para pionir ini harus dilestarikan.
Api semangat rombongan transmigran asal Provinsi Jawa Tengah itu diawali saat berangkat menggunakan enam bus menuju tanah harapan di Unit Permukiman Transmigrasi Gunung Balak, Provinsi Lampung. Mereka ingin bercocok tanam mengolah sawah, ladang dan kebun di transmigrasi demi memperbaiki taraf hidup keluarganya.
"Namun kehendak Allah satu bus tergelincir jatuh dan terbakar di Jembatan Kali Sewo, Desa Sukra, Kabupaten Indramayu pada tanggal 11 Maret 1974 dini hari, menyisakan duka yang mendalam bagi tiga anak transmigran yang selamat, yaitu Jaelani, Suyamto dan Sangidu," kata Wibowo.
"Peristiwa ini menjadi saksi tragedi yang akan selalu diperingati setiap Hari Bhakti Transmigrasi," sambung Wibowo.
Untuk memperingati peristiwa tersebut, sekaligus sebagai penghormatan pada para pionir pembangunan transmigrasi, pada bagian depan area pemakaman dibangun sebuah monumen yang kemudian disebut “Monumen Makam Pionir Pembangunan Transmigrasi”.
Tanggal 11 dilambangkan dalam marmer ukuran 110 x 110 cm yang memuat nama-nama korban. Sehingga dengan penempatan pada ukuran marmer tersebut selalu lebih dahulu dilihat keluarga korban.
Bulan Maret dilambangkan dalam jumlah trap sebanyak tiga buah yang menuju tugu monumen.
Sedangkan tahun 1974 secara keseluruhan diterjemahkan dalam jumlah trap pintu masuk, terbuat dari rabat beton sebanyak 19 buah, tinggi monumen tujuh meter, dan tiang monumen sebanyak empat buah.
"Pada momen Hari Bhakti Transmigrasi tahun ini, kami mengajak hadirin untuk merenung sejenak dan mengingat kembali peristiwa penting dalam sejarah pembangunan transmigrasi di Indonesia. Sekaligus sebagai penyemangat generasi penerus transmigrasi untuk selalu berjuang demi kejayaan pembangunan transmigrasi," ujar Wibowo.
Dalam Upacara Tabur Bunga tersebut, Dirjen PPKTrans Danton Ginting menyerahkan buku berjudul “Jer Basuki Mawa Beya – Kisah Inspiratif Perjuangan Transmigran Menuju Kesuksesan” kepada Bupati Indramayu, Kedisnakertrans Kabupaten Indramayu, Kadisnakertrans Jawa Barat, Kadisnakertrans Jawa Tengah.
Selain buku, juga diserahkan tali kasih kepada ahli waris pionir transmigrasi yaitu Djaelani, Suyanto, Sangidu serta penjaga Makam Pionir Transmigrasi.
Turut hadir dalam Tabur Bunga Staf Ahli Menteri Anshar Husen, PSM Ahli Utama Aisyah Gamawati, pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Ditjen PPKTrans dan Kemendes PDTT Dharma Wanita Persatuan, perwakilan PATRI (Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia), perwakilan PWT (Persatuan Wredatama Transmigrasi), perwakilan HMPTI (Himpunan Masyarakat Peduli Transmigrasi Indonesia).
(Tim/red)