Jakarta,- Komisi Pemilihan Umum (KPU) membantah melakukan kecurangan dengan menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP). Hal ini disampaikan oleh Hifdzil Alim yang merupakan kuasa hukum KPU sebagai Termohon menanggapi Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Paslon 01).
Sidang lanjutan penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 ini digelar pada Kamis (28/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Termohon, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Pihak Terkait, dan Bawaslu.
Hifdzil mengungkapkan SIREKAP adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara, serta alat bantu dalam pelaksanaan hasil perhitungan suara Pemilu. Demikian tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum serta Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
Selain itu, Hifdzil menerangkan SIREKAP menjadi alat bantu untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilihan umum. Dalam proses yang terbuka ini, lanjutnya masyarakat dapat mengecek dan memberikan koreksi terhadap data yang ditulis oleh KPPS pada Formulir C Hasil. Sebagai bentuk transparansi, Termohon telah membuka akses kepada seluruh masyarakat Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri untuk dapat melihat hasil perolehan suara berdasarkan formulir.
“Hasil dan hasil konversi data oleh SIREKAP melalui portal pemilu2024.kpu.go.id. Selain konteks transparansi dan akuntabilitas, SIREKAP juga merupakan upaya yang dilakukan oleh Termohon guna meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal tersebut sebagaimana Termohon sampaikan dalam Rilis KPU Perkembangan Penghitungan Perolehan Suara Pemilu 2024 Melalui SIREKAP tertanggal 19 Februari 2024,” ujar Alim.
Menurut Termohon, Sirekap hanyalah sarana publikasi dan alat bantu penghitungan suara Pemilu dan bukan merupakan dasar dalam menetapkan hasil pemilihan umum oleh Termohon. Keabsahan atau penetapan hasil pemilihan umum oleh Termohon basisnya tetap penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang mulai dari TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat/nasional yang semua prosesnya telah diatur dalam Pasal 382 sampai dengan Pasal 409 UU Pemilu. “Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan adanya kecurangan Termohon yang dilakukan melalui sistem IT dan Sirekap tidak terbukti,” urai Hifdzil.
Sesuai Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai dalil Pemohon mengenai pencalonan Pihak Terkait, Hifdzil menyatakan tindakan Termohon yang menerima pencalonan Pasangan Calon Nomor Urut 2 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia menyebut, tahapan pencalonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden-selanjutnya ditulis Peraturan KPU 19/2023.
Hifdzil menegaskan, proses pendaftaran pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu tahun 2024 juga diawasi oleh Bawaslu. Atas pendaftaran tersebut, tidak ada catatan yang dilayangkan oleh Bawaslu kepada Termohon berkaitan dengan saran perbaikan terhadap tata cara, mekanisme, dan prosedur pendaftaran pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Hal ini menunjukkan bahwa Termohon telah melaksanakan tahapan pendaftaran pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tidak Layangkan Keberatan
Selanjutnya, sambung Alim, andaipun Pemohon mendalilkan penetapan pasangan calon wakil Presiden Nomor Urut 2 tidak memenuhi syarat formil, semestinya Pemohon melayangkan keberatan. Setidaknya, keberatan ketika pelaksanaan mulai dari pengundian nomor urut pasangan calon sampai dengan pelaksanaan kampanye dengan metode debat pasangan calon.
“Dalam kenyataannya, Pemohon tidak mengajukan keberatan sama sekali kepada Termohon, baik ketika pelaksanaan pengundian nomor urut pasangan calon maupun pelaksanaan kampanye dengan metode debat pasangan calon. Sebaliknya, Pemohon bersama-sama pasangan calon nomor urut 2 mengikuti tahapan pengundian nomor urut dan tahapan kampanye dengan metode debat pasangan calon. Bahkan dalam pelaksanaan kampanye dengan metode debat pasangan calon, Pemohon saling melempar pertanyaan, jawaban, serta sanggahan dalam semua kesempatan kampanye dengan metode debat yang difasilitasi oleh Termohon. Sekali lagi, Pemohon tidak menyampaikan keberatan apapun,” tegasnya di hadapan para pihak.
Ia menegaskan, tampak aneh apabila Pemohon baru mendalilkan dugaan tidak terpenuhinya syarat formil pendaftaran pasangan calon Presiden tahun 2024, setelah diketahui hasil penghitungan suara. Sehingga, berdasarkan semua uraian di atas, dalil Pemohon yang menuduh Termohon sengaja menerima pencalonan pasangan calon Nomor Urut 2 secara tidak sah dan melanggar hukum menjadi tidak terbukti.
Lumpuhnya Independensi
Selain itu, Alim melanjutkan, terkait dengan dalil pemohon yang menyatakan lumpuhnya independensi Penyelenggara Pemilu karena intervensi kekuasaan adalah dalil yang lemah dan tidak berdasar. Ia menerangkan, penyelenggara Pemilu dalam hal ini Termohon-telah menjalankan penyelenggaraan dan tahapan Pemilu dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien, dan aksesibel.
“Dalil Pemohon yang meyakini independensi penyelenggara Pemilu lumpuh karena intervensi kekuasaan telah terbantahkan sebab proses penyelenggaraan Pemilu telah terlaksana dengan langsung. umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” ujarnya.
Bukan Kewenangan MK
Sementara Pihak Terkait yang diwakili oleh Otto Hasibuan menyebut pemilu kali ini merupakan pemilu paling damai, bukan paling buruk seperti disampaikan pemohon. “Kalau pemohon dalam permohonannya menyampaikan narasi-narasi yang bersifat asumsi dan tuduhan-tuduhan kecurangan maka tim kuasa hukum Prabowo-Gibran tidak akan terpancing dan terpengaruh dengan narasi dan diksi kecurangan yang dituduhkan. Tetapi kami tetap berpegang teguh kepada prinsip-prinsip kejujuran,” tegas Otto.
Dikatakan Otto, seharusnya perkara ini tidak diajukan ke MK, melainkan ke Bawaslu. Hal ini dikarenakan isi permohonan tidak sesuai dengan ketentuan UU khususnya Pasal 475 UU Pemilu. Sehingga dapat dikatakan permohonan pemohon tersebut adalah salah kamar.
“Begitu juga petitum pemohon, tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di MK. Karena kita lihat petitum pemohon telah menyasar kemana-mana. Sehingga terkesan petitum tersebut seperti petitum sapu jagat,” tegasnya.
Pemohon Lakukan Kecurangan
Otto justru menyatakan Pemohon yang melakukan kecurangan berkenaan dengan Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 dengan adanya upaya-upaya yang tidak berlandaskan hukum dari Pemohon untuk menegasikan jumlah suara sah sebanyak 96.214.691 dari rakyat Indonesia dengan memohon mendiskualifikasi Pihak Terkait. Menurut Otto, upaya penegasian oleh Pemohon dimaksud merupakan suatu bentuk pengingkaran terhadap demokrasi yang sangat berpotensi melanggar norma Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945. Apalagi alasan yang digunakan Pemohon adalah dengan mendiskualifikasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang seyogianya dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode tahun 2024-2029 tanpa disertai dengan basis data dan angka sehubungan dengan jumlah suara sah menurut dalil Pemohon sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.
“Bilamana kemudian didalilkan oleh Pemohon bahwasanya diskualifikasi menjadi relevan karena isu pencalonan Wakil Presiden yakni Bapak Gibran Rakabuming Raka, tentulah juga tidak relevan atas alasan pencalonan Bapak Gibran Rakabuming Raka itu sendiri adalah didasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 sehingga Pemohon bukan lagi berhadapan dengan KPU (Termohon) dan Pihak Terkait, tetapi dengan Mahkamah Konstitusi itu sendiri,” urainya.
Kemudian, terkait dalil Pemohon yang seolah menunjukkan adanya intervensi dari Presiden dan para Menteri dengan memolitisasi program kerjanya dalam memenangkan Pihak Terkait kiranya sangat absurd dan mengada-ada. Mengingat semua program kerja Presiden dan para Menterinya telah direncanakan jauh hari atau setidaknya setahun sebelumnya, dengan pengajuan anggaran (APBN) yang telah disetujui DPR. Sehingga bagaimana mungkin program kerja pemerintah tersebut dikait-kaitkan dengan kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Tidak Penuhi Syarat Materiil
Sedangkan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan hasil tindak lanjut laporan berkenaan dugaan pelanggaran pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan materi laporan Pengurangan Suara Paslon 01 Anies-Muhaimin pada situs rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mendistorsi Sistem Informasi Penghitungan Suara Hasil Pemilu. Bawaslu melalui Surat Nomor 250/PP.00.00/K1/02/2024 perihal pemberitahuan status laporan tanggal 22 Februari 2024, laporan tidak diregistrasi dengan alasan tidak memenuhi syarat materiil.
“Hasil tindak lanjut Laporan berkenaan dugaan pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan materi laporan Penggelembungan suara Nomor Urut 2 (Prabowo-Gibran) pada Sirekap. Bawaslu telah menindaklanjuti melalui Surat Nomor 251/PP.00.00/K1/02/2024 perihal pemberitahuan status laporan tanggal 22 Februari 2024, laporan tidak diregistrasi dengan alasan tidak memenuhi syarat A materiel. Berkenaan dengan dugaan pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dimana para terlapor yakni Ketua dan Anggota KPU RI diduga melakukan Pelanggaran Kode etik penyelenggara pemilu dengan melakukan tindakan penghentian proses rekapitulasi suara tingkat Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK). Bawaslu telah menindaklanjuti melalui surat nomor: 274/PP.00.00/K1/03/2024 perihal pemberitahuan status laporan tanggal 8 Maret 2024, tidak diregistrasi karena tidak memenuhi syarat formal batas waktu penyampaian laporan dan tidak memenuhi syarat materiel,” terangnya.
Selain itu, Bawaslu pun juga telah beberapa kali melakukan tugas Pencegahan dengan menyampaikan pada pokoknya meminta kepada KPU RI untuk memberikan tanggapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terhadap Surat Nomor: 115/S.Perm/THN-AMIN/II/2024 perihal Audit Independen Sistem IT Pemilu KPU RI tanggal 7 Februari 2023 yang disampaikan oleh Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Sebagai informasi, dalam sidang pendahuluan, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Paslon 01) mendalilkan hasil penghitungan suara untuk Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 (Paslon 02) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (96.214.691 suara atau 58,6 persen) diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu, yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.
Menurut Pemohon, tindakan presiden, menteri, penjabat kepala daerah, aparatur desa yang menyalahgunakan kewenangan dan memanfaatkan program pemerintah dan anggaran negara untuk kepentingan Paslon 02 dapat dikualifikasi sebagai suatu pelanggaran yang diatur dalam ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) UU Pemilu. Dengan demikian, kata Pemohon, MK sudah dapat menyimpulkan dengan menyatakan hasil perolehan suara tidak dapat digunakan untuk menetapkan pemenangan pilpres.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional. Pemohon juga meminta MK agar menyatakan diskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Gibran sebagai peserta pemilu tahun 2024, termasuk juga membatalkan Keputusan KPU yang berkaitan dengan penetapan Paslon 02 tentang penetapan nomor urut pasangan calon peserta pemilihan umum presiden dan wakil atas nama Prabowo-Gibran. Selain itu, Pemohon meminta MK agar memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.(*)
(Utami A)