Jakarta,- Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Sekretariat Kabinet (Setkab), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dan Badan Pusat Statistik (BPS) meluncurkan Indeks Desa, Senin (04/03/204). Indeks Desa yang diluncurkan di Gedung Bappenas, Jakarta ini nantinya akan menjadi indikator tunggal dalam mengukur capaian pembangunan desa.
“Dalam Rapat Terbatas tanggal 11 Desember 2019 tentang Penyaluran Dana Desa Tahun 2020, Presiden telah menyampaikan arahan bahwa Presiden setuju dengan adanya Indeks Desa. Arahan tersebut bertujuan untuk memadukan seluruh indeks existing yang digunakan untuk mengukur capaian pembangunan desa menjadi sebuah indeks tunggal,” ujar Deputi Bidang PMK, Setkab, Yuli Harsono dalam sambutannya pada peluncuran.
Yuli mengatakan, sebelumnya terdapat tiga indeks yang digunakan untuk Indeks Pembangunan Desa, Indeks Desa Membangun, dan Indeks Desa, yang menyebabkan ketidakselarasan pengambilan kebijakan terkait pembangunan desa. Oleh karena itu, Setkab mendorong kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk menggunakan indeks tunggal.
“Sekretaris Kabinet telah menyampaikan Surat Momor B.0308/Seskab/PMK/06/2023 tanggal 23 Juni 2023 kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan perihal Penggunaan Indeks Desa untuk Mengukur Status Kemajuan dan Kemandirian Desa, yang pada intinya agar Bapak Menteri Koordinator dapat mengoordinasikan kembali penyelesaian Indeks Desa,” ujarnya.
Yuli menambahkan, peluncuran Indeks Desa ini juga selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo agar K/L dan pemerintah daerah (pemda) fokus untuk merealisasikan kebijakan Satu Data Indonesia.
Yuli pun berharap dengan adanya Indeks Desa sebagai indeks tunggal dalam mengatur capaian pembangunan desa, K/L dan pemda dapat memiliki persepsi yang sama dalam pengambilan kebijakan agar lebih tepat sasaran dan berpihak pada desa.
“Pelaksanaan Indeks Desa tentu membutuhkan komitmen dari seluruh kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah desa untuk mengaplikasikannya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pembangunan desa, termasuk dalam pengalokasian Dana Desa,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti menjelaskan bahwa Indeks Desa mengukur pembangunan desa melalui enam dimensi, yakni Layanan Dasar, Sosial, Ekonomi, Lingkungan, Aksesibilitas dan Tata Kelola Pemerintahan Desa.
“Dimensi dan indikator dari Indeks Desa disusun berdasarkan kaidah-kaidah statistika sehingga dapat segera diintegrasikan dalam Satu Data Indonesia dengan tetap mengacu pada prinsip berbagi pakai dan interoperabilitas data,” ujar Teni.
Teni mengatakan, Indeks Desa dapat menjadi acuan utama penyusunan kebijakan pembangunan desa di berbagai dokumen perencanaan di tingkat pusat, daerah, hingga desa. Hasil perhitungan Indeks Desa akan digunakan secara resmi pada 2025, dengan basis data pengukuran Indeks Desa berasal dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Desa PDTT dalam rentang April/Mei hingga Juni 2024.
Lebih lanjut, Teni juga menekankan pentingnya kolaborasi pemangku kepentingan untuk mengawal Indeks Desa dan memastikan pemerataan pembangunan daerah.
“Pembangunan desa dalam Indonesia Emas 2045 dititikberatkan pada pengarusutamaan pembangunan desa yang bersifat lintas sektor dan lintas aktor, menuju kemandirian desa. Desa harus mau dan mampu tumbuh dan maju bersama dan selaras dengan kota,” ucap Teni.
Indeks Desa menjadi indikator kinerja pembangunan desa yang universal, sejalan dengan implementasi pemerataan pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang mengamanatkan penyelesaian ketimpangan untuk mencapai salah satu Visi Indonesia Emas 2045, yakni kemiskinan menuju nol persen dan ketimpangan berkurang. Di 2023, BPS mencatat kemiskinan perdesaan mencapai 12,22 persen, di atas kemiskinan perkotaan yakni sebesar 7,29 persen.
“Penyelesaian ketimpangan tidak hanya menyasar pada pengurangan ketimpangan antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia, tetapi juga ketimpangan perkotaan dan pedesaan, maupun ketimpangan antar kelompok pendapatan,” tandas Teni.
(TGH/KS)