Jakarta - Ratusan massa yang menamakan DPP Gerakan Dakwah Nurani Nusantara (GDN-Nusa) kembali berorasi dan melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR RI Jalan Gatot Subroto Jakarta pada Kamis, (30/5/2024). Aks ini sebagai lanjutan aksi sebelumnya di KPK RI, Senin (27/5/2024) kemarin.
Kali ini Subhan Chair selaku Sekjen DPP GDN-Nusa yang berorasi meminta Ketua DPR RI segera membentuk Pansus DPR, terkait kasus yang diduga kuat telah mengangkangi UU Haji Tahun 2019.
Subhan saat orasi juga menyampaikan, adanya dugaan kuat terjadi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran regulasi tentang kebijakan Haji Plus dan Umroh tahun 2024. Dimana atas penambahan Kuota 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi, yang telah dipangkas menjadi kuota Haji Plus dan Umroh sebanyak 50 persen yakni 10.000 kuota.
"Kami minta DPR RI bentuk Pansus Haji 2024 ini, dan secara resmi kami sudah sampaikan hari ini surat ke Ketua DPR RI," ujar Subhan dalam orasinya di depan Gedung DPR/MPR RI.
"Kemarin kami juga sudah sampaikan laporan resmi ke KPK RI terkait dugaan adanya korupsi sekitar 2 Triliun lebih atas alokasi Haji Khusus. Hari ini kami juga meminta Anggota DPR RI Komisi VIII Bapak Jhon Kennedy Azis serta Bapak Ace Hasan Sadzili bisa bertemu dengan kami. Mereka diduga tau persis dugaan dan data-data penyimpangan ini," lanjut Subhan.
Sebagaimana diberitakan bahwa alokasi penambahan kuota Haji Plus dan Umroh tahun 2024 dari Arab Saudi sebanyak 20.000 yang mana separuh dari tambahan kuota tersebut dialokasikan untuk Haji Khusus. Hal ini melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 130 tahun 2024.
Berdasarkan temuan di lapangan harga Haji Khusus yang langsung bisa langsung berangkat Haji tahun ini dibandrol dengan harga 250 juta sampai 400 juta Rupiah.
Padahal menurut UU Haji Tahun 2019 bahwa dari seluruh kuota Haji hanya diperbolehkan maksimal 8 persen yang bisa dialokasikan untuk Haji khusus. Kemudian sisanya 92 persen dari kuota Haji tersebut, harus dialokasikan untuk Haji Reguler atau Umroh.
"Menteri Agama kami duga kuat sudah melawan hukum dengan mengabaikan amanat UU Haji Nomor 8 tahun 2019. Khususnya, Pasal 64 ayat 2 yang menyebutkan bahwa kuota Haji Khusus hanya 8 persen dari Kuota Reguler. Selain itu Pasal 9 ayat 2 yang menyebutkan bahwa kuota Haji ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama bukan KMA," jelas Subhan.
Akan tetapi kata dia, Menteri Agama menerbitkan KMA nomor 130/2024 untuk melegalisasi Haji khusus mendapatkan porsi 10.000 jamaah. Seharusnya porsi haji khusus hanya 1.600 orang dari 10.000 tambahan kuota dari Arab Saudi tersebut.
"Kalau kemarin kami ke KPK untuk mengusut dugaan adanya korupsi sekitar 2,1 Triliun atas kebijakan Kemenag ini. Tapi hari ini kami ke DPR ini untuk mendesak DPR RI atas adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang dan kebijakan Menteri Agama tersebut yang jelas-jelas non prosedural, sesuai amanat UU Haji khususnya pasal 9 ayat 2," ujar Subhan menjelaskan dalam orasinya.
Terakhir kata Subhan, karena ini sudah menyangkut hak-hak para Calon Haji Reguler atau Umroh yang diambil paksa jadi Haji Khusus. Untuk itu kami GDN-Nusa meminta dengan tegas kepada DPR RI untuk mengusut penyimpangan ini.
"Wahai Wakil Rakyat Yang Terhormat mohon kasus ini segera ditindak lanjuti. Penyimpangan sudah didepan mata dan saatnya bertindak agar tidak ada lagi kerugian masyarakat dan negara," pungkas Subhan. (red)