Erwin Kadiman Santoso dan PT. MH Diduga Kuat Dalang Mafia Tanah di Labuan Bajo.

Barsela24news.com


Labuan Bajo – Keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta telah menemukan fakta-fakta baru terkait dugaan praktik mafia tanah seluas 11 hektar di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Tanah ini diklaim oleh Niko Naput, yang kemudian menjualnya kepada Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group.

Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. pada Jumad, (7/6/2024) pagi mengungkapkan fakta-fakta baru ini saat persidangan pada 6 Juni 2024 di Pengadilan Negeri Labuan. Beberapa kejanggalan terungkap, termasuk pembuatan akta PPJB pada tahun 2014 oleh Notaris Billy Yohanes Ginta, S.H., M.Kn., yang diduga menggunakan dokumen kepemilikan tidak sah.

“Adanya dokumen akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris Billy Yohens Ginta dengan menggunakan dokumen surat kepemilikan tanah yang tidak sah antara Niko Naput (pihak penjual) dan Erwin Kadiman Santosa (pihak pembeli) seluas 40 Ha yang didalamnya termasuk tanah seluas 11 Hektar yang saat ini sedang bersengketa antara pihak ahli waris Ibrahim Hanta dan Niko Naput bahkan sebagian dari 40 hektar PPBJ tersebut diduga termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat,” jelas Indra

Menurut Indra banyak orang termasuk oknum notaris terjerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 266 KUHP tentang memasukan keterangan tidak benar ke dalam akta. Pasal 263 KUHP, kata dia umumnya disebut sebagai induk dari segala bentuk perbuatan yang disebut pemalsuan surat.

Lebih mencurigakan lagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) pada tahun 2017 di lokasi yang sedang bersengketa.

Diatas lahan Keranga seluas 11 ha yang dipermasalahkan Pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta sudah ada 3 Sertifikat Hak Milik atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput, dan Maria F. Naput yang diterbitkan oleh BPN40 Manggarai Barat pada Tahun 2017.

Sementara pihak BPN Manggarai Barat dan pihak tergugat tidak bisa menunjukan Warkah asli penyerahan tanah adat

“Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat diduga menerbitkan 3 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput dan Maria F. Naput pada tahun 2017 tanpa dasar bukti dokumen yang sah. Saat ini, titik terang mulai terlihat dalam sengketa ini. BPN Manggarai Barat dan pihak tergugat belum mampu menunjukkan dokumen asli berupa Warkah atau bukti penyerahan tanah adatnya dari Ulayat yang diperlukan sebagai dasar penerbitan sertifikat. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses penerbitan SHM tersebut tidak sesuai prosedur dan melibatkan praktik ilegal,” terang Indra

Ia menuturkan bahwa pada tanggal 8 Januari 2024, pihak penggugat melaporkan kasus ini ke Satgas mafia tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo.

Menanggapi laporan tersebut, pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Bapak Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun ke lokasi untuk memeriksa tanah tersebut dan mencocokkan lokasi dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat pada tanggal 2 Mei 1990.

“Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha,” Jelasnya

Atas dasar itu, pihak penggugat menduga kuat bahwa kedua SHM yang terbit pada 31 Januari 2017 oleh BPN Manggarai Barat adalah hasil praktik mafia tanah, karena letak lokasi dua SHM tersebut tidak sesuai dengan bukti penyerahan tanah/Warkah/alas hak tanggal 2 Mei 1990 yang batas-batasnya jelas dan menjadi dasar penerbitan kedua SHM tersebut.

“Sejak Januari 2024, BPN Manggarai Barat belum dapat menyediakan bukti Warkah asli atas penerbitan sertifikat tersebut. Ketidakmampuan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan curang dalam penerbitan sertifikat tersebut. Situasi ini tidak hanya merugikan pihak Suwandi Ibrahim, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap BPN Manggarai Barat,” ungkapnya

Selanjutnya pada tahun 2022 lalu terjadi acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik seorang pengusaha.

“Lokasi tanah warisan dari alm Ibrahim Hanta itu, pada tanggal 22 April 2022 lalu telah dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis milik seorang Pengusaha bernama Erwin Kadiman Santosa yang bertempat di komplek green Ville blok V/47-48, RT.009, RW.009 Kelurahan Duri Kepa,Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat,” ungkapnya

Acara groundbreaking tersebut dulunya dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Kemudian pada tahun 2020 sebelum groundbreaking tersebut, pihak keluargaa ahli waris sudah memberitahukan kepada saudara Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group tersebut terkait status tanah itu sedang bermasalah, bahkan berulang-ulang kali demonstrasi di BPN Mabar, dan mereka tahu itu semua akan tetapi mereka bersikukuh.

Dijelaskanya pihak pembeli dinilai tidak beritikad baik sebab tanah tersebut masih bermasalah namun tetap juga berani untuk groundbreaking.

“Itukan sama saja dengan pembeli yang tidak beritikad baik, telah tahu ada masalah, malahan lanjut groundbreaking, itu seperti beli kasuslah sama seperti cara mafia tanah,” jelas Indra

Fakta lain yang muncul yaitu terkait adanya perubahan status SHM menjadi SHGB pada tahun 2023 oleh BPN Manggarai Barat.

Sebelumnya, tanah tersebut terdaftar sebagai SHM nomor 02549 atas nama Maria Fatmawati Naput, yang diterbitkan pada 31 Januari 2017. Namun, status tanah berubah menjadi SHGB nomor 00176 pada 20 Desember 2023 yang diproses dan didaftarkan oleh Ibu Ika Yunita selaku kuasa dan sekaligus sekertaris pribadi Erwin Kadiman Santoso pada 18 September 2023 di BPN Manggarai Barat.

Perubahan ini terjadi meski penggugat telah mengajukan pemblokiran pada 29 September 2022. Pemblokiran tersebut bertujuan untuk mencegah perubahan status selama sengketa hukum berlangsung.

“BPN Manggarai Barat seharusnya menunda segala perubahan status hingga ada keputusan final dari pengadilan,” tambah Indra.

Indra menegaskan bahwa tindakan BPN ini merupakan penyalahgunaan wewenang yang serius. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara harus diusut tuntas.

“Kami mencurigai adanya gratifikasi yang diterima oleh oknum pejabat BPN, mengingat perubahan status tanah ini dilakukan meskipun sudah ada permintaan pemblokiran,” ujar Indra.

Selain itu, perubahan status tanah yang masih dalam sengketa juga dapat dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen, yang diatur dalam KUHP.

“Pengubahan SHM menjadi SHGB di tengah sengketa jelas melanggar hukum. Ini bisa dianggap sebagai penggelapan hak,” tegas Indra.

Selain itu, Pada tahun 1998 ternyata adanya pembatalan surat penyerahan tanah adat tanggal 21 Oktober tahun 1990 dan surat penyerahan tanah adat 10 Maret 1990.

“Informasi terbaru yang diperoleh dari pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta bahwa dasar penerbitan akta PPJB tersebut adalah pihak Niko Naput dan Erwin Kadiman Santosa membuat akta PPJB menggunakan 2 surat penyerahan tanah adat tanggal 21 Oktober 1991 dan penyerahan adat 10 Maret 1990 yang sudah sangat jelas statusnya telah dibatalkan pada 17 Januari 1998 oleh pihak ulayat,” tutup Indra

Sementara itu, Erwin Kadiman Santoso belum memberikan keterangan meskipun media ini telah melakukan konfirmasi terkait keterlibatannya sebagai pihak pembeli di atas tanah yang sedang bersengketa antra pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan pihak Niko Naput.

Media ini mencoba mengubungi Erwin Kadiman Santoso Via WhatsApp pada Jumad, (7/6/2024) siang, melalui pesan chat namun pesan tersebut belum direspon meskipun telah membacanya. Media ini juga menghubunginya via telpon, nomornya terhubung dan status berdering namun lagi-lagi Ia enggan merespon. Media ini juga tetap berupaya untuk mendapatkan keterangan dari yang bersangkutan. (red)

Keterangan Foto 1 : Acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik Erwin Kadiman Santosa dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Foto/Ist.

Foto ke 2
Erwin Kadiman Santoso dan PT. MH Diduga Kuat Dalang Mafia Tanah di Labuan Bajo.

Bos Mafia Tanah di Labuan Bajo Terungkap di Sidang Pengadilan Negeri.

Notaris Billy Ginta, Erwin Kadiman Santoso dan BPN Labuan Bajo, Diduga Bersengkokol Rampas Tanah Warga

Erwin Kadiman Pemilik Hotel St. Regist Labuan Bajo, Diduga kuat Jadi Bos Mafia Tanah

Labuan Bajo – Keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta telah menemukan fakta-fakta baru terkait dugaan praktik mafia tanah seluas 11 hektar di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Tanah ini diklaim oleh Niko Naput, yang kemudian menjualnya kepada Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group.

Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. pada Jumat, (7/6/2024) pagi mengungkapkan fakta-fakta baru ini saat persidangan pada 6 Juni 2024 di Pengadilan Negeri Labuan. Beberapa kejanggalan terungkap, termasuk pembuatan akta PPJB pada tahun 2014 oleh Notaris Billy Yohanes Ginta, S.H., M.Kn., yang diduga menggunakan dokumen kepemilikan tidak sah.

“Adanya dokumen akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris Billy Yohens Ginta dengan menggunakan dokumen surat kepemilikan tanah yang tidak sah antara Niko Naput (pihak penjual) dan Erwin Kadiman Santosa (pihak pembeli) seluas 40 Ha yang didalamnya termasuk tanah seluas 11 Hektar yang saat ini sedang bersengketa antara pihak ahli waris Ibrahim Hanta dan Niko Naput bahkan sebagian dari 40 hektar PPBJ tersebut diduga termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat,” jelas Indra

Menurut Indra banyak orang termasuk oknum notaris terjerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 266 KUHP tentang memasukan keterangan tidak benar ke dalam akta. Pasal 263 KUHP, kata dia umumnya disebut sebagai induk dari segala bentuk perbuatan yang disebut pemalsuan surat.

Lebih mencurigakan lagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) pada tahun 2017 di lokasi yang sedang bersengketa.

Diatas lahan Keranga seluas 11 ha yang dipermasalahkan Pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta sudah ada 3 Sertifikat Hak Milik atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput, dan Maria F. Naput yang diterbitkan oleh BPN40 Manggarai Barat pada Tahun 2017.

Sementara pihak BPN Manggarai Barat dan pihak tergugat tidak bisa menunjukan Warkah asli penyerahan tanah adat

“Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat diduga menerbitkan 3 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput dan Maria F. Naput pada tahun 2017 tanpa dasar bukti dokumen yang sah. Saat ini, titik terang mulai terlihat dalam sengketa ini. BPN Manggarai Barat dan pihak tergugat belum mampu menunjukkan dokumen asli berupa Warkah atau bukti penyerahan tanah adatnya dari Ulayat yang diperlukan sebagai dasar penerbitan sertifikat. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses penerbitan SHM tersebut tidak sesuai prosedur dan melibatkan praktik ilegal,” terang Indra

Ia menuturkan bahwa pada tanggal 8 Januari 2024, pihak penggugat melaporkan kasus ini ke Satgas mafia tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo.

Menanggapi laporan tersebut, pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Bapak Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun ke lokasi untuk memeriksa tanah tersebut dan mencocokkan lokasi dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat pada tanggal 2 Mei 1990.

“Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha,” Jelasnya

Atas dasar itu, pihak penggugat menduga kuat bahwa kedua SHM yang terbit pada 31 Januari 2017 oleh BPN Manggarai Barat adalah hasil praktik mafia tanah, karena letak lokasi dua SHM tersebut tidak sesuai dengan bukti penyerahan tanah/Warkah/alas hak tanggal 2 Mei 1990 yang batas-batasnya jelas dan menjadi dasar penerbitan kedua SHM tersebut.

“Sejak Januari 2024, BPN Manggarai Barat belum dapat menyediakan bukti Warkah asli atas penerbitan sertifikat tersebut. Ketidakmampuan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan curang dalam penerbitan sertifikat tersebut. Situasi ini tidak hanya merugikan pihak Suwandi Ibrahim, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap BPN Manggarai Barat,” ungkapnya

Selanjutnya pada tahun 2022 lalu terjadi acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik seorang pengusaha.

“Lokasi tanah warisan dari alm Ibrahim Hanta itu, pada tanggal 22 April 2022 lalu telah dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis milik seorang Pengusaha bernama Erwin Kadiman Santosa yang bertempat di komplek green Ville blok V/47-48, RT.009, RW.009 Kelurahan Duri Kepa,Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat,” ungkapnya

Acara groundbreaking tersebut dulunya dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Kemudian pada tahun 2020 sebelum groundbreaking tersebut, pihak keluargaa ahli waris sudah memberitahukan kepada saudara Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group tersebut terkait status tanah itu sedang bermasalah, bahkan berulang-ulang kali demonstrasi di BPN Mabar, dan mereka tahu itu semua akan tetapi mereka bersikukuh.

Dijelaskanya pihak pembeli dinilai tidak beritikad baik sebab tanah tersebut masih bermasalah namun tetap juga berani untuk groundbreaking.

“Itukan sama saja dengan pembeli yang tidak beritikad baik, telah tahu ada masalah, malahan lanjut groundbreaking, itu seperti beli kasuslah sama seperti cara mafia tanah,” jelas Indra

Fakta lain yang muncul yaitu terkait adanya perubahan status SHM menjadi SHGB pada tahun 2023 oleh BPN Manggarai Barat.

Sebelumnya, tanah tersebut terdaftar sebagai SHM nomor 02549 atas nama Maria Fatmawati Naput, yang diterbitkan pada 31 Januari 2017. Namun, status tanah berubah menjadi SHGB nomor 00176 pada 20 Desember 2023 yang diproses dan didaftarkan oleh Ibu Ika Yunita selaku kuasa dan sekaligus sekertaris pribadi Erwin Kadiman Santoso pada 18 September 2023 di BPN Manggarai Barat.

Perubahan ini terjadi meski penggugat telah mengajukan pemblokiran pada 29 September 2022. Pemblokiran tersebut bertujuan untuk mencegah perubahan status selama sengketa hukum berlangsung.

“BPN Manggarai Barat seharusnya menunda segala perubahan status hingga ada keputusan final dari pengadilan,” tambah Indra.

Indra menegaskan bahwa tindakan BPN ini merupakan penyalahgunaan wewenang yang serius. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara harus diusut tuntas.

“Kami mencurigai adanya gratifikasi yang diterima oleh oknum pejabat BPN, mengingat perubahan status tanah ini dilakukan meskipun sudah ada permintaan pemblokiran,” ujar Indra.

Selain itu, perubahan status tanah yang masih dalam sengketa juga dapat dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen, yang diatur dalam KUHP.

“Pengubahan SHM menjadi SHGB di tengah sengketa jelas melanggar hukum. Ini bisa dianggap sebagai penggelapan hak,” tegas Indra.

Selain itu, Pada tahun 1998 ternyata adanya pembatalan surat penyerahan tanah adat tanggal 21 Oktober tahun 1990 dan surat penyerahan tanah adat 10 Maret 1990.

“Informasi terbaru yang diperoleh dari pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta bahwa dasar penerbitan akta PPJB tersebut adalah pihak Niko Naput dan Erwin Kadiman Santosa membuat akta PPJB menggunakan 2 surat penyerahan tanah adat tanggal 21 Oktober 1991 dan penyerahan adat 10 Maret 1990 yang sudah sangat jelas statusnya telah dibatalkan pada 17 Januari 1998 oleh pihak ulayat,” tutup Indra

Sementara itu, Erwin Kadiman Santoso belum memberikan keterangan meskipun media ini telah melakukan konfirmasi terkait keterlibatannya sebagai pihak pembeli di atas tanah yang sedang bersengketa antra pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan pihak Niko Naput.

Media ini mencoba mengubungi Erwin Kadiman Santoso Via WhatsApp pada Jumad, (7/6/2024) siang, melalui pesan chat namun pesan tersebut belum direspon meskipun telah membacanya. Media ini juga menghubunginya via telpon, nomornya terhubung dan status berdering namun lagi-lagi Ia enggan merespon. Media ini juga tetap berupaya untuk mendapatkan keterangan dari yang bersangkutan. (red)

Keterangan Foto: Acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik Erwin Kadiman Santosa dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Foto/Ist.

Foto kedua : Notaris Billy Ginta Labuan Bajo buat akte PPJB th 2014 di tanah sengketa luas 40 dgn Erwin Kadiman Santoso. (red).