Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Pra-peradilan yang dimohonkan oleh Pimpinan CV. Bintang Tiurma, Rico Hansen Pasaribu, terhadap termohon, Aparat Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait penahanan dan penyitaan 4 kontainer berisi kayu olahan yang dikirim dari Sorong ke Surabaya. Keputusan hakim terkait kasus tersebut dibacakan pada Rabu, 26 Juni 2024, di ruang sidang R. Soerjono, Gedung PN Jakarta Pusat.
Hakim tunggal, Harianti, S.H., M.H., yang menyidangkan permohonan pra-peradilan ini menyimpulkan bahwa proses penahanan dan penyitaan kontainer milik CV. Bintang Tiurma, serta penetapan tersangka pemilik container oleh Gakkum KLHK adalah tidak sah, yang oleh karena itu harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa pengadilan mengabulkan permohonan pemohon pra-peradilan untuk seluruhnya yang oleh karena itu pihak termohon harus mengembalikan barang sitaannya, membersihkan nama baik pemohon, serta mengikuti peraturan perundangan sebagaimana mestinya.
Putusan tersebut telah dibacakan oleh hakim Harianti di depan sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Bunyi putusan pra-peradilan yang menjadi perhatian dan pengawalan PPWI Sorong itu adalah sebagai berikut:
Memperhatikan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Pehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Perambahan dan Kerusakan Hutan, Pututusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PU/RA12/ 2014, tanggal 28 April 2015, dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan, MENGADILI:
Satu, mengabulkan permohonan permohon pra-peradilan untuk seluruhnya.
Dua, menyatakan Surat Ketetapan Nomor: SK-04/PH-KLHK-TPK/PPNS/2024 tanggal 21 Mei
2024 tentang Penetapan Tersangka tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Tiga, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.04/PH-KLHK-TPK/PPNS/04/2024 tanggal 22 April 2024 tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Empat, menyatakan penggeledahan yang dilakukan oleh termohon tanggal 16 Mei 2024 sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Penggeledahan tanggal 16 Mei 2024 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Lima, menyatakan permintaan yang dilakukan oleh termohon Surat Perintah sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprindik 04/PH-KLHK-TPK/PPNS/04/2024 tanggal 22 April 2024 junto Laporan Kejadian Nomor: RK.02/PH-KLHK.2/SW.2/GKM.3.3/02/2024 tanggal 28 Februari 2024 tersebut menjadi tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Enam, menyatakan seluruh keputusan penetapan maupun penindakan yang dilakukan oleh termohon dengan didasari pembuatan Laporan Kejadian Nomor: RK.02/PH-KLHK.2/SW.2/GKM.3.3/02/2024 tanggal 28 Februari 2024 tidak sah dan tidak berekuatan hukum.
Tujuh, menyatakan memerintahkan termohon berdasarkan kewenangannya untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon dan segera memulihkan hak-hak pemohon.
Delapan, menyatakan pemohon membayar biaya perkara sejumah Rp 2.000.
Video pembacaan putusan di sini: https://www.youtube.com/watch?v=AJwpAv-FTZ0
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, yang ikut mengawal kasus ini usai persidangan menyatakan bahwa dirinya berharap peristiwa hukum yang dipersoalkan oleh warga masyarakat terhadap tindakan sewenang-wenang aparat hukum tersebut wajib menjadi pembelajaran bagi setiap aparat penegak hukum di negara ini. "Saya mengapresiasi tinggi putusan hakim yang memihak kepada kebenaran dan menghadirkan keadilan bagi warga masyarakat pencari keadilan yang selama ini menjadi pihak yang sangat lemah saat berhadapan dengan aparat dan pejabat dimana-mana. Peristiwa hukum yang kita saksikan hari ini di PN Jakarta Pusat harus menjadi pembelajaran bagi semua aparat hukum di negara ini, jangan lagi terulang kembali tindakan un-procedural dalam menangani persoalan yang terjadi di masyarakat, termasuk dalam hal kegiatan usaha yang dikerjakan oleh rakyat," tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu.
Wilson Lalengke juga berharap agar pimpinan dari personil Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mesti memberi punishment terhadap aparatnya yang gegabah dan sewenang-wenang dalam memperlakukan masyarakat. "Ibu Menteri KLHK, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc, mesti memberi sanksi yang tegas terhadap aparatnya yang bekerja sembrono, tidak taat hukum dan tidak sesuai SOP dalam menjalankan tugasnya. Aparat arogan dan semau-gue tidak pantas digaji oleh rakyat, yang oleh karena itu mereka harus hengkang dari institusi Kementerian/Lembaga Pemerintah," tambah tokoh pers nasional yang dikenal sangat getol membela warga masyarakat yang terzolimi di berbagai pelosok negeri ini. (APL/Red)