Jakarta - Melalui Program National Urban Development Project (NUDP), Kemendagri bersama Kementerian PUPR mendorong peningkatan kapasitas kota supaya dapat melakukan perencanaan terpadu serta memprioritaskan program investasi secara efisien. Hal ini disampaikan Zamzani B. Tjenreng, Plh. Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah dalam Rapat Koordinasi Finalisasi Panduan Assessment Berbasis Public Investment Management Assessment (PIMA) & Municipal Finance Self Assessment (MFSA), di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Kurang terpadunya perencanaan, pemrograman, dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur kota merupakan masalah perkotaan yang perlu menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya, dalam rilisnya yang diterima redaksi, Kamis (11/7/2024).
Masalah lain perkotaan menurut Tjenreng adalah tidak adanya prioritas investasi infrastruktur yang didasarkan pada berbagai aspek pengembangan wilayah. Selain itu, lanjutnya, pemerintah kota juga belum mampu mengakses pendanaan alternatif secara optimal karena lemahnya kapasitas manajemen proyek dan perencanaan infrastruktur berkelanjutan.
“Hal yang juga sangat penting, menurut saya, masalah perkotaan, saat ini, tidak hanya menjadi isu nasional, tapi juga global,” tandasnya.
Tjenreng mengungkapkan, permasalahan perkotaan sudah menjadi perhatian internasional. Pada level global, pembangunan perkotaan menjadi tujuan ke-11 SDG’s, yaitu menjadikan kota dan pemukiman inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan.
Di tingkat nasional, salah satu isu perkotaan dalam pembangunan nasional adalah pengembangan potensi dan peningkatan ekonomi kawasan kota-kota di Indonesia yang belum optimal.
“Tingkat urbanisasi tinggi, namun tidak memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan kota,” imbuh Tjenreng, prihatin.
Karenanya, menurutnya, permasalahan dan tantangan perkotaan mendapat perhatian khusus dalam RPJPN 2025-2045. Pengembangan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dijadikan salah satu tujuan dan arah Pembangunan Jangka Panjang, dengan target pada tahun 2045 yaitu proporsi kontribusi PDRB wilayah metropolitan terhadap nasional sebesar 48,92%, serta rumah tangga dengan akses hunian layak, terjangkau dan berkelanjutan mencapai 100%.
Dalam mendorong perencanaan terpadu dan prioritas program investasi yang efisien, Ditjen Bina Bangda Kemendagri melalui Komponen 3 NUDP, telah melaksanakan asesmen di 5 kota percontohan, yaitu Banjarmasin, Balikapapan, Denpasar, Surakarta, dan Semarang. Asesmen menggunakan instrumen Public Investment Management Assessment (PIMA) dan Municipal Finance Self-Assessment (MFSA) yang merujuk pada instrumen yang dikembangkan IMF dan World Bank.
Dari analisis asesmen PIMA di 5 kota percontohan tersebut secara umum disimpulkan, pertama, pada aspek perencanaan bahwa kebijakan dan kelembagaan perencanaan pembangunan di 5 kota percontohan memperoleh skor 2,56 (tinggi); sementara efektivitasnya memperoleh nilai 2,23 (sedang).
Kedua, aspek alokasi memperoleh nilai rata-rata 2,57 (tinggi) dari sisi kebijakan dan kelembagaan, sementara nilai efektivitasnya berada di kisaran 2,30 (sedang).
Ketiga, aspek implementasi bahwa nilai rata-rata kebijakan dan kelembagaan mencapai 2,64 (tinggi) dan nilai efektivitasnya juga mencapai 2,52 (tinggi).
“Hasil analisis asesmen PIMA di lima kota percontohan NUDP secara umun memperlihatkan kondisi yang sudah cukup baik. Rata-rata skor asesmen di aspek perencanaan, alokasi dan implementasi sudah tinggi atau mininal sedang dengan nilai cenderung tinggi. Artinya, lima daerah percontohan NUDP ini dapat dikatakan sudah memiliki modal cukup mumpuni untuk mengelola infrastruktur publik dengan baik,” terang Plh. Sekretaris Ditjen Bangda yang juga Kepala Bagian Perencanaan Setditjen Bina Bangda ini.
Meski begitu, Tjenreng menjelaskan, kalau dilihat lebih detail ke level dimensi dan indikatornya, terlihat bahwa pada tiap aspek asesmen di seluruh daerah perontohan masih memilki kondisi yang berada di rata-rata menengah, bawah, serta rendah.
“Artinya, daerah pilot NUDP masih butuh peningkatan kapasitas sumberdaya pada sektor-sektor spesifik pada aspek PIMA,” jelasnya lagi.
Sementara analisis asesmen MFSA diketahui bahwa dari sisi analisis derajat ketergantungan, seluruh 5 kota percontohan berada pada posisi tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pusat.
“Dengan melihat hasil asesmen itu, Rakor ini menjadi strategis dalam rangka mendorong pemerintah kota untuk menerapkan perencanaan terpadu dan memprioritaskan program investasi yang efisien,” pungkasnya, sebelum membuka acara secara resmi.