MATARAM – Sidang gugatan Rp105 miliar yang dilayangkan penggugat M. Fihiruddin melawan Pimpinan DPRD NTB cs telah memasuki agenda replik atau jawaban penggugat atas eksepsi dan jawaban para tergugat. Sidang digelar secara daring (e.court) pada Rabu, 24 Juli 2024.
Sidang dengan nomor perkara 135.Pdt.G/2024/Pn.Mtr tersebut sebelumnya membantah eksepsi para terdakwa, di mana pada eksepsi tersebut terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan keabsahan surat kuasa, gugatan mengancung cacat atau error in persona dan gugatan kabur atau obscure libel.
Kuasa hukum M. Fihiruddin, Muhammad Ihwan SH., MH, mengatakan jawaban para tergugat pada pokok perkara tersebut sebagai bukti para tergugat tidak memahami keabsahan Surat Kuasa Khusus.
Slenk sapaan akrabnya meminta para tergugat harus memperbanyak literasi dan referensi tentang regulasi yang ada, khususnya yang berkaitan dalam perkara tersebut.
“Coba baca Pasal 123 ayat (1) HIR (Herziene Indonesisch Reglement) Jo SEMA Nomor 2 Tahun 1959 tanggal 19 Januari 1954 Jo SEMA Nomor 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994,” katanya.
Dia juga meminta para tergugat membaca Putusan Mahkamah Agung No.1712.K/Pdt/1984 tanggal 19 Oktober 1985.
Demikian juga dengan jawaban tergugat yang menyatakan perkara tersebut obscure libel alias kabur. Slenk meminta para tergugat membaca Pasal 95 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 96 KUHAP.
Terkait jumlah ganti rugi yang sempat dipermasalahkan tergugat, Slenk mengatakan sepenuhnya menyerahkan kepada hakim untuk menentukan nominal ganti rugi.
“Hakim memiliki kewenangan menentukan jumlah ganti rugi yang pantas bagi penggugat. Sedangkan penggugat berhak meminta berapa saja,” ujarnya.
Dia mengatakan, sebagai pejabat negara seharusnya Pimpinan DPRD NTB tidak berkelit dari kewajibannya yang telah membuat rakyatnya menjadi korban.
“Jangan dong Pimpinan DPRD NTB berkelit dari kewajibannya terhadap terdakwa yang telah mereka laporkan dan dipenjara, namun dibebaskan oleh pengadilan,” kata dia.
Sebelumnya, pada pokok eksepsi tergugat, menyangkal melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan dalih dilindungi oleh ketentuan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28 Ayat (5) UUD 1945.
Kemudian, tergugat berdalil proses hukum atas diri penggugat telah dilakukan secara wajar. Terakhir, para tergugat menolak klaim ganti rugi yang diajukan penggugat karena dinilai terlampau besar, yaitu Rp105 miliar.