Jakarta: Institut Sarinah memprihatinkan penahanan RUU PPRT di meja Ketua DPR Puan Maharani. Mereka ikut demo dan protes di Gerbang DPR bersama Koalisi Sipil untuk UU PPRT pada Hari Kamis, 15/8/24.
"Pimpinan DPR harus segera mengesahkan RUU PPRT di Hari Kemerdekaan ke 79 tahun ini. Lepaskan kunci pasung yang membuat para PRT kehilangan kemerdrkaan dan martabat mereka," kata Dhini M saat berorasi di atas truk.
Penahanan Surat Presiden dan DIM Pemerintah sejak Mei 2023 dirasakan tidak masuk akal. "Pada Maret 2023 yang lalu pengesahan RUU PPRT sebagai inisiatif DPR dipimpin dan digedok oleh mbak Puan sendiri, kok setelah itu balasan dari Presiden dicuekin oleh beliau sendiri?" sambung Endang Yuliastuti.
Motivasi penahanan Surpres dan DIM RUU PPRT cukup membingungkan. Secara politik tidak menimbulkan konflik antar fraksi, secara hukum memang diperlukan karena ada kekosongan hukum dan secara ekonomi berpotensi meningkatkan produktivitas nasional. Secara sosiologis juga meningkatkan gotong royong dalam masyarakat.
"Satu-satunya yang terancam oleh RUU ini adalah bisnis pengiriman PRT, tidak boleh lagi ilegal. Masa Ketua DPR membela kepentingan agen-agen ilegal tersebut dan mengorbankan para perempuan miskin pencari nafkah utama keluarga?" sambung Endang Yuliastuti yang juga Ketua Institut Sarinah.
Sebagaimana biasanya, para aktivis dari Institut Sarinah mengenakan kebaya lurik saat berdemo. Lembaga yang mempunyai misi pembentukan karakter sesuai Pancasila tersebut berharap pimpinan DPR mengagendakan pembentukan panja/pansus RUU PPRT di paripurna mendatang.
"PRT berhak merdeka. "PRT berhak menikmati hak mendapat pekerjaan dan upah yang layak sebagaimana dijanjikan pasal 27 UUD 1945. Merdekakan PRT di Hari Kemerdekaan ke 79 tahun ini," sambung Dhini M Ketua Rampak Sarinah.
Dilaporkan oleh: Rahayu Handonowati
Humas Institut Sarinah
ahwatiredida@gmail.com
Jakarta, 16/8/24