Anggota Komisi IX DPR RI hadir Yahya Zaini (Fraksi Golkar) dalam diskusi Forum Legislasi bertema "Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau" di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024). Foto : Runi/Andri
Jakarta,- Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen menggelar diskusi Forum Legislasi bertema "Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau" di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu darı Komisi IX DPR RI hadir Yahya Zaini (Fraksi Golkar), Nurhadi (Fraksi NasDem), dan Nur Nadlifah (Fraksi PKB); serta dari perwakilan industri hadir Sudarto AS (Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman SPSI) dan Fabianus Bernadi (Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia/AMLI).
Dalam diskusi tersebut, Yahya Zaini mengungkapkan kekhawatiran terkait dampak peraturan baru Kementerian Kesehatan terhadap industri hasil tembakau (IHT). Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan besar, namun lebih signifikan mempengaruhi petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil yang jumlahnya mencapai sekitar 5-6 juta orang.
“Kita bukan membela industri besar, tapi memperjuangkan mereka yang kecil. Industri besar bisa beralih ke bisnis lain, sementara yang kecil akan kesulitan jika aturan ini diterapkan tanpa pertimbangan matang,” ungkap Yahya.
Ia juga menyoroti kenaikan cukai rokok setiap tahun yang memberatkan industri, meskipun sumbangan devisa negara dari cukai tembakau cukup besar, mencapai Rp213 triliun pada tahun 2023. Yahya mengkritik minimnya keterlibatan Kementerian Perindustrian dalam pembahasan peraturan terkait IHT, dan menyebut Kementerian Kesehatan terlalu dominan dalam mengatur sektor ini.
Lebih lanjut, Yahya menekankan pentingnya membangun opini publik yang seimbang terkait tembakau, melakukan lobi politik dengan pemangku kepentingan, serta mempertimbangkan jalur hukum seperti judicial review jika aturan yang memberatkan diterapkan.
“Saat ini, perlu ada keseimbangan opini di masyarakat. Kita juga harus melakukan lobi politik, terutama dengan pemangku kepentingan tingkat tinggi, agar nasib IHT tidak mati. Selain itu, kita bisa melakukan judicial review terhadap PP 28/2024 atau Permenkes yang akan keluar nanti,” tambahnya.
Diskusi ini diharapkan menjadi awal dari langkah strategis dalam menjaga keberlangsungan industri tembakau di Indonesia, terutama bagi mereka yang bergantung pada sektor ini.
(ssb/rdn)