Truk Fuso Bermuatan Puluhan Ton Pasir Timah Ilegal Beroperasi di Pangkalpinang, Disinyalir Tuju Smelter MGR

Barsela24news.com


PANGKALPINANG – Kasus penyelundupan pasir timah ilegal kembali mencuat di Bangka Belitung. Puluhan ton pasir timah ilegal yang dimuat oleh tiga truk Fuso dari Kabupaten Belitung, disinyalir disuplai ke PT Mitra Graha Raya (MGR) di Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Kasus ini menambah daftar panjang masalah penambangan ilegal yang terus merongrong sektor pertambangan di Babel. Selasa (3/9/2024).

Kejadian ini diketahui terjadi pada Minggu (1/9/24) petang, sekitar pukul 17.00 WIB, ketika tiga truk Fuso yang diduga mengangkut pasir timah ilegal tiba di pelabuhan Pangkal Balam, Kota Pangkalpinang. Setelah tiba, truk-truk tersebut langsung bergerak menuju Sungailiat, melintasi jalan utama di kawasan Pemkab Bangka dengan tujuan akhir yang diduga adalah smelter PT MGR.

Ketiga sopir truk yang diidentifikasi membawa muatan ini diketahui berinisial SK, SM, dan SH. Meski demikian, informasi mengenai tujuan pasti muatan ini masih belum dapat dipastikan secara langsung.


Salah satu narasumber yang tidak ingin identitasnya dipublikasikan mengungkapkan bahwa muatan tersebut berisi pasir timah. Namun, narasumber tersebut mengaku tidak mengetahui secara pasti ke smelter mana pasir timah itu akan diantarkan.

“Isinya pasir timah, tapi nggak tau ke smelter mana itu diantar,” ujar narasumber tersebut. “Tapi informasi yang saya dapat, itu ke smelter MGR. Coba kalian buntutin,” lanjutnya kepada awak media, memberikan petunjuk terkait dugaan tujuan akhir dari pengiriman ilegal ini.

Kasus ini menjadi perhatian serius mengingat setiap perusahaan yang mengambil barang di luar dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Berdasarkan undang-undang tersebut, kegiatan penambangan ilegal termasuk pengangkutan dan pengolahan tanpa izin yang sah, diatur dalam Pasal 35. Pelanggaran ini dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100.000.000.

Penambangan ilegal merupakan aktivitas yang dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah dan sering kali mengabaikan prinsip-prinsip penambangan yang baik dan benar. 

Dampak negatif dari kegiatan ini sangat besar, mencakup kerusakan lingkungan yang tak dapat diperbaiki, ketidakstabilan ekonomi di daerah tambang, serta merusak tatanan sosial masyarakat setempat.

Kegiatan ilegal semacam ini juga menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam industri pertambangan, di mana pelaku-pelaku ilegal sering kali dapat menjual hasil tambangnya dengan harga yang jauh lebih murah karena tidak harus menanggung beban biaya operasional dan kepatuhan yang dipatuhi oleh perusahaan yang sah.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak media masih berupaya mengkonfirmasi dugaan ini kepada pihak terkait untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih seimbang. 

Upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemberitaan yang disampaikan kepada publik akurat dan berimbang, serta tidak menimbulkan persepsi yang salah.

Salah satu nama yang muncul dalam kasus ini adalah AF, seorang yang diduga berperan sebagai cukong timah dari Selingsing, Belitung Timur. 

AF disinyalir menjadi pengepul pasir timah ilegal yang kemudian dipasok ke berbagai smelter di Bangka Belitung, termasuk kemungkinan besar ke PT Mitra Graha Raya. Peran AF dalam rantai pasokan pasir timah ilegal ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.

Kasus penyelundupan pasir timah ilegal ini tidak hanya menjadi perhatian di tingkat lokal, tetapi juga menjadi cermin dari tantangan yang lebih luas dalam penegakan hukum di sektor pertambangan di Indonesia. 

Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan negara dari segi pendapatan yang hilang, tetapi juga menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi secara legal.

Para penegak hukum diharapkan dapat bertindak tegas dan segera mengungkap siapa saja yang terlibat dalam jaringan ini, dari mulai pelaku lapangan hingga otak di balik operasi ilegal ini. 

Jika tidak ditindak dengan serius, maka bukan tidak mungkin kasus-kasus semacam ini akan terus terjadi dan semakin merugikan negara serta merusak tatanan sosial ekonomi di daerah pertambangan.

Kasus ini menegaskan bahwa perlunya koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk memerangi aktivitas penambangan ilegal yang terus merajalela di Bangka Belitung. 

Penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu adalah kunci untuk menghentikan praktik-praktik yang merusak ini. (Mung Harsanto/KBO Babel)