Mataram - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram akhirnya memutuskan Sidang Perkara No. 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr, antara Direktur Lombok Global Institute (LOGIS) M. Fihiruddin S.Pd, melawan Pimpinan DPRD NTB dkk ditolak, Jumat, 15 November 2024.
Perkara yang lebih akrab disebut dengan Perkara Rp 105 miliar tersebut dianggap tidak terbukti, sehingga Majelis Hakim menolak semua gugatan yang dilayangkan Tim PH M. Fihiruddin.
Sebelumnya, putusan perkara ini harusnya dibacakan pada tanggal 16 Oktober 2024, kemudian ditunda ke tanggal 30 Oktober, dan terakhir ditunda lagi ke 15 November 2024.
"Dalam Provisi menolak tuntutan Provisi Penggugat. Dalam Eksepsi menolak eksepsi dari para tergugat. Turut tergugat I dan turut tergugat Il untuk seluruhnya," bunyi putusan hakim dikutip dari e-Court dalam perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr.
Kemudian Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini secara sejumlah Rp 689.000,00.
Atas putusan tersebut, Ketua Tim PH Fihirudin, Muhammad Ihwan SH MH, mewakili seluruh Tim Pengacara Pembela Rakyat (TPPR) menduga bahwa putusan Majelis Hakim PN Mataram sarat kepentingan. Bahkan kuat diduga Majelis Hakim sudah "masuk angin" atas putusan yang sudah dikeluarkan.
"Ada rentang waktu sebulan lebih dari jadwal awal. Waktu yang tidak masuk akal, sehingga Majelis Hakim tidak mampu membuat atau mengetik sebuah keputusan," kata Iwan Slank sapaannya.
Dalam persidangan kata Iwan Slank, pihaknya sudah menghadirkan saksi-saksi dan bukti yang sangat kuat. Selain itu, saudara Fihiruddin juga sudah ditahan dan mengalami kerugian yang amat besar.
"Jadi aneh ketika Majelis Hakim menolak tuntutan kami, ini sangat aneh dan tidak wajar," tegas Iwan Slank.
Dalam persidangan lanjut Iwan Slank, Tim PH juga sudah mengajukan bukti bahwa benar ada putusan yang telah membebaskan saudara Fihiruddin dari dakwaan pidana. Kemudian setelah ditahan atas peristiwa yang didakwakan kepadanya, Fihiruddin sudah diproses hukum, tetapi keputusan hukum justru mengatakan bahwa dia tidak bersalah.
"Saat persidangan juga, dari pihak tergugat tidak ada mengajukan saksi satupun dan tidak ada mengajukan bukti surat selain percakapan-percakapan WhatsApp yang dijadikan alat bukti. Makanya bagi kami, putusan ini sangat aneh dan janggal. Ketika satu pihak telah membuktikan secara sempurna, dalil-dalil gugatannya juga sangat kuat kemudian ditolak," sesalnya.
Atas putusan ini pula, pihaknya bakal selain mengajukan banding dan juga melaporkan perilaku Majelis Hakim PN Mataram ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) atas dugaan cawe-cawe dalam perkara ini.
"Putusan ini bagi kami bukan hanya tidak adil, tapi juga tidak masuk akal dan tidak logis," pungkasnya. (*)