Barsela24news, Banda Aceh - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024 telah selesai dilaksanakan. Quick count (hitungan cepat) merilis perolehan suara masing-masing calon sehingga diketahui hasil sementara sebelum KPU memutuskan pihak yang menang dan kalah pada pemilu 2024 ini.
Dimana dan kapanpun pemilu itu dilaksanakan, akhirnya diputuskan ada pihak yang menang dan ada pula pihak yang kalah, tidak pernah terjadi semua menang atau semua kalah, bahkan seripun jarang terjadi, maknanya adalah menang atau kalah dalam pemilu adalah suatu keniscayaan. Semuanya atas izin Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan pemilik kekuasaan. Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”, dikutip dari QS Ali Imran (3) : 26.
Di lain ayat, Allah SWT berfirman, “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”, dikutip dari QS Al Baqarah (2) : 216.
Bukankah banyak orang senang jika menang pilkada, jika tidak amanah menjalankan kepemimpinan tidak mustahil bermuara di dalam penjara, demikian sebaliknya tidak sedikit mereka kalah dalam pilkada, jika mau belajar dari kekalahan pilkada tersebut justru mereka menjadi orang sukses dalam hidupnya.
Orang bijak mengatakan, “Hadiah terbaik tidak selalu terbungkus indah dan rapi. Kadang-kadang Tuhan membungkusnya dengan masalah, kegagalan dan kekalahan, tetapi di dalamnya pasti ada barokah, terutama bagi mereka yang ikhlas menerimanya”.
Abraham Lincoln mengalami setidaknya 16 (enam belas) kali kekalahan sebelum berhasil menjadi presiden Amerika Serikat ke- 16 sekaligus pemimpin dunia dan Sun Yat Sen mengalami sedikitnya 10 (sepuluh) kali kekalahan sebelum ditetapkan menjadi pemimpin China modern yang sangat dihormati dan disegani dunia hingga sekarang ini. Presiden RI Prabowo Subianto mengalami kegagalan sedikitnya tiga (tiga) kali, sebelum di tetap sebagai Presiden RI Periode 2024-2029.
Berdasarkan ayat-ayat dan kata bijak tersebut di atas, menang atau kalah pada pilkada atau evant pemilihan apa saja adalah atas izin Allah SWT yang harus kita syukuri dan jangan diratapi.
Bersyukur atas kemenangan pilkada tersebut dalam arti sebenar-benarnya bersyukur, dilaksanakan atas dasar kebenaran (siddiq), dapat dipercaya (amanah) secara arif bijaksana (fathonah) dan dapat dikomunikasikan secara efektif (tabligh). Para pemenang tidak perlu merespons kemenangannya secara berlebihan.
Kepada pihak yang kalah, bukan berarti Allah SWT tidak senang kepada mereka, boleh jadi justru sebaliknya, kekalahan dalam pilkada merupakan nikmat yang diberikanNya demi keselamatannya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allah SWT mengetahui banyaknya janji calon pemimpin yang disampaikan pada saat kampanye, baik secara lisan maupun secara tertulis. Jika ia menang dan ditagih konstituen memenuhi janji-janjinya itu, dikhawatirkan si pemenang tersebut melakukan tindakan melawan hukum dan akhirnya dipenjara, Sebaliknya jika si pemenang tidak memenuhi janjinya, maka ia akan dicaci maki oleh konstituen atau pemilihnya. Dengan sifat Rahman dan RahimNya, Allah SWT memutuskan calon pemimpin tersebut lebih baik kalah dalam pilkada.
Contoh kasus, saat terpilih menjadi seorang pemimpin, khalifat Umar bin Abdul Aziz ra mengucapkan, “Inna lillahi wainna ilaihiii rooo jiuuun” (sesungguhnya dari Allah kita berasal dan kepada Allah kita kembali), biasanya kalimat singkat tersebut diucapkan pada saat mendengar ada yang wafat atau meninggal. Dan khalifah Umar bin Abdul Azis ra menambahkan, “Jika engkau diangkat menjadi seorang pemimpin, berarti sebelah kakimu sudah kamu titipkan di neraka, kekuatanmu hanya ada pada sebelah kakimu, maknanya adalah jabatan itu sangat mudah membuat seseorang terjatuh, barangkali sebelum memegang jabatan ia sangat kuat menghadapi godaan setan, namun ketika menjabat justru setan menguasai dan mengendalikannya.
Sun Tzu seorang filosof China yang hidup ribuan tahun sebelum masehi mengatakan dalam setiap peperangan, kompetisi dan sejenisnya bahwa “Kalah itu Tidak Menyenangkan”. Dalam seni perang (the art of war) ia mengajarkan “Jadilah pemenang, “Menang Tanpa Mengalahkan” dan jika kalah, “Kalah Tanpa Merasa Dikalahkan”.
Dipilihnya para pemimpin, disebabkan oleh banyak faktor, seperti balas budi, kekerabatan, primordialisme, dan hanya sedikit mereka dipilih atas pertimbangan visi, misi dan program kerja calon pemimpin yang disampaikannya saat kampanye. John C. Maxwell (2001) seorang pakar kepemimpinan dalam bukunya “Laws of Leadership” secara tegas mengingatkan, “Orang percaya dulu kepada calon pemimpin, baru kepada visinya”.
Namun ketika mereka menjalankan amanah, yang terpenting bagi pemenang adalah melaksanakan visi, misi dan program kerja yang telah disosialisasikannya, tidak jarang visi, misi dan program kerja dari kompetitornya yang kalah sangat baik jika diakomodasi dan dipadukan dengan visi, misi dan program kerja pemenang pilkada.
Merangkul kompetitor dan menyapa pemenang merupakan sebuah tradisi kenegaraan yang sangat baik, semestinya menjadi ciri khas atau suatu kearifan di negeri ini, penting untuk diwariskan, sehingga menjadi contoh tauladan bagi para pemimpin di dunia ini.
Perhatikan, di saat Abu Bakar Siddiq dilantik menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw, ia mengucapkan bai’at atau sumpah seraya mengatakan, “Saudara-saudara, saya sudah terpilih memimpin kalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik diantara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya, dan kalau saya salah luruskan. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di mata kalian adalah kuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya, Insya Allah, dan orang yang kuat, buat saya adalah lemah sesudah haknya nanti saya ambil, Insya Allah.
Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpa kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana pada mereka.Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul Nya.Tetapi Apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah shalat kamu sekalian. Semoga Allah memberi rakhmad kepada kita semua.”, dikutip dari M. Husain Haekal (2006) dalam bukunya “Abu Bakar As-Siddiq”.
(Redaksi)