Mataram, NTB - Hearing lanjutan Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS) dengan Kanwil ATR/BPN Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan menghadirkan para pihak yang diduga sebagai mafia tanah di Kantor BPN Sumbawa. Dimana para pihak yang dihadirkan oleh Kanwil BPN NTB merupakan oknum-oknum pejabat BPN Sumbawa yang terlibat dalam proses peralihan tujuh sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta sebagaimana obyek tersebut diklaim oleh Ali BD atas dasar SHM 507.
Hadir pada Hearing tersebut yakni Ruri Irawan Kabag TU Kanwil BPN NTB, Lalu Harisandi Kabid V Pengendalian penyelesaian sengketa, Catur Bowo Susbianto Kabid Survei Pengukuran dan Pemetaan, Winardi Koordinator Penanganan Sengketa dan Konflik, Denely. H, Kepala Kantor BPN Sumbawa, Subhan Kepala Kantor BPN Lombok Tengah (Mantan Kepala Kantor BPN Sumbawa), Saovana Hadi Kasi SP BPN Sumbawa, Ardian Kasi V BPN Sumbawa, Sudarman Tono Wirya Kasi II BPN Sumbawa, Lalu Samsidar Kasi II BPN Lombok Tengah, I Nyoman Sadiarsa Kasi III BPN Lombok Tengah, Sahrul Koordinator Pengukuran BPN Sumbawa, kuasa hukum Sri Marjuni Gaeta dan sejumlah aktivis, Kamis 05 Desember 2024.
Dihadapan para pihak dan pejabat kanwil BPN NTB ketua LSM FPPK-PS Abdul Hatab menegaskan bahwa, BPN Sumbawa diduga ada indikasi melakukan konspirasi jahat terhadap tujuh sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk. Dimana BPN Sumbawa memaksakan SHM 507 yang diklaim oleh Ali BD untuk ditempatkan pada obyek tersebut. Padahal sudah jelas SHM 507 batas-batasnya menunjukkan sebelah utara laut dan sebelah barat tanah Negara. Sementara SHM yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk menunjukan batas-batas sebelah barat adalah laut dan utara berbatasan dengan tanah negara, serta didukung oleh Warkah yang lengkap.
Hatab menyebutkan legalitas standing yang dimiliki oleh Sri Marjuni Gaeta dkk sudah sangat lengkap. Ada 7 sertifikat yang di kuasai oleh Sri Marjuni Gaeta yakni SHM 1180, 1181, 1184, 1188, 1949, 1178, 1179. Ketujuh sertikat tersebut telah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas oleh pihak BPN Sumbawa tahun 2014. Saat itu juga pihaknya meminta kepada BPN Sumbawa melalui DPRD Sumbawa untuk melakukan rekonsiliasi pengembalian batas kedua-duanya yakni SHM yang dikuasai oleh Sri Marjuni dan SHM 507 yang diklaim oleh Ali BD. Namun sampai hari ini SHM 507 tidak pernah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas oleh pihak BPN Sumbawa.
"Bagaimana mau direkonstruksi SHM 507 legal standinnya tidak jelas, warkahnya tidak ada. Sementara BPN Sumbawa memaksa barang yang tidak jelas untuk ditempatkan pada obyek yang telah dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta sejak puluhan tahun silam," ujar Abdul Hatab di hadapan para pejabat Kanwil BPN NTB dan pejabat BPN Sumbawa saat Haering.
Ia juga meminta kepada para pejabat BPN Sumbawa untuk menunjukan berita acara hasil rekonstruksi pengembalian batas SHM 507, yang mana menurut oknum pejabat BPN Sumbawa telah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas pada tahun 2012 silam.
"Tunjukan pada forum ini bukti berita acara rekonstruksi pengembalian batas dan warkah SHM 507, biar kita semua tau kalau memang benar telah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas," tegas Hatab.
"Jangan BPN Sumbawa memaksa yang tidak jelas legal standingnya ditempatkan pada obyek yang sudah jelas memiliki warkah dan legal standing yang jelas. Ada apa BPN Sumbawa ngotot sekali kalau lokasi 507 berada di lokasi yang bukan tempatnya," sambung Hatab.
Perlu diketahui lanjut Hatab, dari luas obyek yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk dan luas yang diklaim oleh Ali BD sangat jauh berbeda. Serta batas-batasnya berdasarkan fakta yuridis sangat berbeda.
"Luas SHM 507 yang diklaim oleh Ali BD 10 Hektar termasuk jalan, sementara luas 7 sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk 14 Hektar diluar jalan. Artinya dalam kasus ini BPN Sumbawa memaksa SHM 507 ditempatkan pada obyek yang bukan tempatnya. Ini merupakan perbuatan oknum pejabat BPN Sumbawa yang di duga menjadi mafia tanah," tegasnya.
Dirinya juga meminta kepada Kanwil BPN NTB dan APH satgas mafia tanah untuk segera melakukan rekonstruksi pengembalian batas SHM 507. Karena menurutnya sampai hari jika belum melakukan rekonstruksi pengembalian batas SHM 507 tetap saling mengklaim, konflik berkepanjangan serta tidak menutup kemungkinan terjadinya pertumpahan darah.
Sementara itu Kepala Kantor BPN Sumbawa Denely H, tidak memberikan tanggapan. Dirinya menyerahkan kepada kasi-kasi BPN Sumbawa yang hadir saat audiensi di Kanwil BPN NTB.
Menanggapi apa yang disampaikan oleh Abdul Hatab saat audiensi di Kantor Kanwil BPN NTB, Lalu Samsidar yang saat itu merupakan pejabat ukur BPN Sumbawa hanya menjelaskan secara normatif dan hanya menjelaskan rekonstruksi antara Penko Widjaja dengan Ali BD, yang tidak ada korelasinya dengan obyek yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk. Dirinya tidak bisa menjelaskan dimana posisi atau letak obyek SHM 507 yang menjadi konflik saat ini.
Selanjutnya pejabat BPN Sumbawa Saovana Hadi Kasi Survei dan Pemetaan BPN Sumbawa menyanpaikan kenapa SHM 507 ditempat pada obyek tujuh sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk. Menurutnya pada tahun 2012 ada permintaan rekonstruksi dari Polres Sumbawa, yang saat itu petugasnya Lalu Samsidar, Jumawang dan kawan-kawan. Tanah yang direkonstruksi pada saat itu merupakan tanah milik atau permintaan Penko Widjaja yang dimana tanah tersebut dibeli dari Sangka Suci oleh Penko Widjaja. Selanjutnya Penko Widjaja meminta rekonstruksi melalui Polres Sumbawa pada tahun 2012. Namun Saovana Hadi tidak bisa menjelaskan secara gamblang dimana posisi SHM 507 yang diklaim oleh Ali BD.
Demikian pula dengan Sahrul selaku Koordinator Pengukuran BPN Sumbawa hanya menjelaskan terkait terdapat atau ditemukannya satu hamparan, sehingga ditemukan 507. Namun tidak dijelaskan dimana posisi SHM 507 yang dimaksud.
"Itu yang menjadi dasar saya menempatkan 507 di lokasi tujuh sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta saat ini," ujar Sahrul.
Terkait dengan siapa yang mencoret sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk, Abdul Hatab mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan sopir Kepala Kantor BPN Lombok Tengah Subhan (mantan Kepala BPN Sumbawa) di salah satu rumah makan dan mengatakan kepada dirinya bahwa Sahrul yang mencoret sertifikat tersebut.
"Kenapa saya berani menyebutkan nama Sahrul yang mencoret sertifikat itu. Saya ketemu dengan sopir pak Subhan dan mengatakan bahwa, Sahrul yang mencoret sertifikat itu, ini buktinya ada, videonya juga ada saat dia mengatakan itu kepada saya," beber Hatab.
Bahkan Hatab juga menyinggung pada saat audiensi di Kanwil BPN NTB bahwa dirinya mendapat ancaman pembunuhan melalui via telepon.
"Ada seseorang yang menelepon dan memberi tahu saya dari BPN Sumbawa. Bunuh Hatab..!!," tegasnya di hadapan para peserta audiensi.
Hatab mendesak kepada APH satgas mafia tanah dan Kanwil BPN NTB segera turun kelapangan untuk melakukan rekonstruksi pengembalian batas SHM 507.
FPPK-PS juga mendatangi Kejati NTB dan Polda NTB yang dimana dua lembaga negara tersebut merupakan bagian dari satgas mafia tanah. Dan dugaan praktek mafia tanah yang terjadi di Kantor BPN Sumbawa telah dilaporkan oleh FPPK-PS di Ditreskrimum Polda NTB dan langsung ditangani oleh satgas mafia tanah. (red)