Jakarta,- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa pelaku tindak pidana, termasuk korupsi, kini memiliki opsi mendapatkan pengampunan melalui mekanisme denda damai. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru, yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk menyelesaikan perkara di luar jalur pengadilan.
"Tanpa melalui presiden pun memungkinkan, karena Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai pada perkara seperti itu," ujar Supratman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12).
Menurut Supratman, mekanisme ini dirancang untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara dengan lebih cepat dan efisien. Denda damai memungkinkan penghentian perkara asalkan pelaku membayar sejumlah uang yang disepakati dengan Kejaksaan Agung.
"Denda damai adalah bentuk alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan, di mana pelaku diwajibkan membayar denda yang besarannya ditentukan oleh Jaksa Agung. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara secara langsung," jelasnya.
Kontroversi dan Pro dan Kontra
Pernyataan Supratman segera memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pakar hukum. Para pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa denda damai dapat menjadi solusi pragmatis untuk mempercepat pemulihan kerugian negara.
Namun, kritik tajam juga muncul dari berbagai pihak yang khawatir bahwa mekanisme ini dapat menjadi celah bagi koruptor untuk menghindari hukuman penjara. "Ini berpotensi mencederai keadilan. Bagaimana bisa koruptor, yang merugikan rakyat, cukup membayar uang untuk bebas dari hukuman?" ujar seorang aktivis antikorupsi.
Dampak pada Penegakan Hukum
Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberikan Jaksa Agung kewenangan besar dalam proses denda damai, namun banyak pihak mempertanyakan bagaimana transparansi dan akuntabilitas mekanisme ini akan dijamin.
"Kami akan memastikan bahwa proses ini dilakukan secara transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Supratman.
Meskipun demikian, isu ini diperkirakan akan menjadi salah satu topik hangat di tahun 2025, dengan berbagai pihak menantikan bagaimana implementasi kebijakan ini di lapangan.
Apakah denda damai akan menjadi terobosan dalam upaya penegakan hukum, atau justru melemahkan perjuangan melawan korupsi? Hanya waktu yang dapat menjawab. (Tim/red)