Agus Buntung Dijatuhi Vonis 12 Tahun Penjara dan Denda 300 Juta atas Kasus Pelecehan Seksual

Barsela24news.com



Mataram, NTB - I Wayan Agus Suartama, yang lebih dikenal sebagai Agus Buntung, resmi divonis 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta oleh Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 24 Januari 2025. Vonis ini diberikan setelah Agus terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap belasan perempuan.

Jaksa penuntut umum, Dina Kurniawati, menjelaskan bahwa Agus melanggar Pasal 6A dan/atau Pasal 6C juncto Pasal 15 huruf E dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Keberadaan Agus sebagai penyandang disabilitas tidak menjadi alasan untuk meringankan hukuman.

Kronologi kasus ini bermula ketika salah satu korban berinisial M melaporkan tindakan pelecehan yang dialaminya di sebuah hotel di Kota Mataram. Agus diduga menggunakan modus manipulatif untuk merayu korban, bahkan memaksa mereka untuk membayar biaya kamar yang mereka tempati.

Selama persidangan, Agus terlihat mengelap keringat dengan kaki saat hakim membacakan vonis. Momen ini menjadi viral di media sosial, dengan banyak warganet berkomentar tentang cara unik Agus mengatasi keringatnya di tengah situasi yang tegang.

Kuasa hukum Agus mengungkapkan bahwa kliennya mengalami bullying dan ancaman selama berada di dalam tahanan. Mereka telah mengajukan permohonan kepada hakim untuk memindahkan Agus ke tahanan rumah agar bisa dirawat oleh ibunya.

Agus mengeluhkan kondisi di dalam lapas yang dianggap tidak memadai bagi penyandang disabilitas seperti dirinya. Keluhan ini mencuat ketika ia menyatakan bahwa hak-haknya sebagai difabel tidak dipenuhi selama masa tahanan.

Kasus ini menjadi perhatian luas karena melibatkan seorang difabel sebagai pelaku. Banyak pihak berharap bahwa sistem peradilan dapat memberikan perlindungan bagi para korban serta memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Reaksi masyarakat terhadap vonis ini sangat beragam. Banyak warganet mendukung keputusan pengadilan dan berharap agar keadilan ditegakkan untuk para korban.

Dalam konteks hukum, kasus ini menunjukkan bagaimana sistem peradilan menangani pelaku pelecehan seksual, terutama ketika pelaku adalah seorang difabel. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai perlakuan hukum yang adil bagi semua pihak terlepas dari kondisi fisik mereka.

Dengan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta, masyarakat berharap agar langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum terhadap kekerasan seksual semakin diperkuat. Kasus ini diharapkan dapat memberikan dukungan kepada para korban untuk berani melaporkan tindakan pelecehan tanpa rasa takut akan stigma atau pembalasan dari pelaku. (tim)