Polda Metro Jaya Panggil Pengurus PWI terkait Dugaan Penggelapan Dana UKW

Barsela24news.com


Jakarta,- Polda Metro Jaya memanggil empat pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat terkait penyelidikan dugaan penggelapan dana hasil kerja sama organisasi tersebut dengan Forum Humas BUMN. Dugaan ini melibatkan mantan Ketua Umum PWI Pusat, Hendri Ch. Bangun, dan mantan Sekretaris Jenderal, Sayyid Iskandarsyah.

Pemeriksaan terhadap para saksi dijadwalkan berlangsung mulai Rabu (8/1/2025) hingga Jumat (10/1/2025) di Polda Metro Jaya. Laporan ini dilayangkan oleh H. Helmi Burman, anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, yang mengungkap adanya penyalahgunaan dana sebesar Rp1,08 miliar.

*Detail Dugaan Kasus*

Dana yang diduga diselewengkan mencakup penarikan tunai Rp540 juta yang disebut sebagai cashback untuk Forum Humas BUMN, serta aliran dana sebesar Rp691 juta sebagai fee kepada sejumlah oknum pengurus organisasi. Kasus ini berawal dari temuan dalam investigasi internal DK PWI terkait penggunaan dana cashback dan fee dari Uji Kompetensi Wartawan (UKW) periode Desember 2023 hingga Februari 2024.

"Menurut penyidik, bukti yang kami serahkan cukup untuk mendukung dugaan pelanggaran Pasal 372, 374, dan 378 KUHP," ujar Helmi Burman, Selasa (7/1/2025).

Helmi menyebut telah menyerahkan berbagai dokumen pendukung, termasuk hasil investigasi internal, laporan transaksi keuangan, dan dokumen resmi kepada Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut terdaftar dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: STTL/269/VIII/2024/BARESKRIM.

*Pasal dan Ancaman Hukuman*

Kasus ini diduga melanggar tiga pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

-Pasal 372 KUHP: Penggelapan dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun.

-Pasal 374 KUHP: Penggelapan dalam jabatan dengan ancaman pidana hingga 5 tahun.

-Pasal 378 KUHP: Penipuan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun.

*Komitmen Menjaga Integritas*

Helmi menegaskan bahwa laporan ini bertujuan menjaga integritas organisasi sekaligus memastikan ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kode Perilaku Wartawan (KPW), serta Peraturan Dasar dan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.

“Kami hanya ingin menegakkan kebenaran dan memastikan transparansi dalam organisasi. Jika ada konsekuensi hukum, itu adalah risiko dari perbuatan mereka sendiri,” tegasnya.

Polda Metro Jaya menyatakan bahwa penyelidikan akan dilakukan secara profesional dan transparan. Pemanggilan saksi-saksi kunci diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan.

“Kasus ini memberikan pelajaran penting terkait integritas dan akuntabilitas dalam sebuah organisasi profesi,” pungkas Helmi.

*Sikap Ragu-ragu APH*

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, dengan tegas juga menyayangkan sikap ragu-ragu aparat penegak hukum dalam memproses kasus dugaan korupsi dan penggelapan dana hibah BUMN yang melibatkan sejumlah tokoh di organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Ia menilai, lambannya penanganan kasus ini mencerminkan adanya kelemahan dalam komitmen aparat terhadap pemberantasan korupsi.

Wilson Lalengke menyebut bahwa dugaan pelanggaran pidana dalam kasus ini sudah terang-benderang. Dana hibah yang merupakan uang negara dan seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat pers, diduga telah disalahgunakan oleh sejumlah oknum pengurus PWI, yakni Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhammad Ihsan, dan Syarief Hidayatullah. Menurut Lalengke, dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi maupun pihak tertentu, yang jelas merugikan negara serta rakyat Indonesia.

“Ini adalah fakta yang tidak terbantahkan. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, dan pelanggaran pidananya sudah jelas. Tidak ada alasan bagi aparat untuk mengulur waktu atau bahkan membiarkan kasus ini hilang tanpa penyelesaian yang jelas,” tegas Lalengke dalam keterangannya, Selasa (7/1).

Lebih lanjut, ia menyampaikan keprihatinannya atas dugaan adanya “permainan busuk” antara pihak-pihak terkait, termasuk para calon tersangka dan aparat penyidik. Lalengke menduga bahwa ada praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penanganan kasus ini, yang berujung pada stagnasi penyelidikan.

“Seharusnya, unit pengawasan penyidikan di institusi Polri mampu menjalankan tugasnya dengan profesional. Namun sayangnya, perilaku 4D—datang, duduk, diam, dan duit—masih menjadi budaya buruk yang memengaruhi kinerja mereka,” kritiknya.

Wilson Lalengke menyerukan agar Polri segera mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan kasus ini. Ia juga mendorong masyarakat untuk terus mengawasi dan mengawal proses hukum agar tidak ada celah bagi pihak-pihak tertentu untuk mengintervensi atau mengaburkan keadilan.

“Negara membutuhkan keberanian dan integritas aparat penegak hukum untuk memutus rantai korupsi di segala lini. Jangan sampai kepercayaan publik terhadap institusi hukum semakin terkikis akibat kasus seperti ini,” pungkas Lalengke.

Kasus dugaan korupsi dana hibah BUMN yang menyeret nama-nama besar di organisasi PWI menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam menegakkan hukum secara adil dan transparan. Publik kini menanti tindakan nyata dari aparat untuk menuntaskan kasus tersebut tanpa pandang bulu. (Tim/red)