Anggota DPR Aceh Nilai Asas Dominus Litis RKUHAP Potensi Melemahkan Kepastian Hukum

Juliadi



SUBULUSSALAM - Muhammad Zakiruddin anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh Komisi VI dari Partai Aceh (PA) menegaskan penolakannya terhadap penerapan Asas Dominus Litis dalam pembaruan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).


Ia menilai, penerapan Asas dominus litis ini, akan berpotensi melemahkan kepastian hukum dalam RKUHAP.


"Asas ini berpotensi melemahkan kepastian hukum dan menciptakan ketidakjelasan dalam sistem peradilan pidana," ujar M Zakiruddin, dalam siaran persnya yang di terima media ini, Rabu, (12/2).


Ditambahkannya, revisi terhadap KUHAP ini harus berorientasi pada kepastian hukum, bukan justru membuka ruang multitafsir yang berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara aparat penegak hukum.


"Konsep Asas Dominus Litis ini memberikan kewenangan lebih besar kepada Jaksa dalam menentukan arah suatu perkara yang dapat berimplikasi pada subjektivitas yang tidak terkontrol dan menghambat efektivitas sistem peradilan," bebernya.


Lanjut M. Zakiruddin, bahwa penegakan hukum di Indonesia membutuhkan regulasi yang memberikan kepastian, transparansi, dan akuntabilitas, bukan mekanisme baru yang justru memperumit penanganan perkara.


"Dengan penerapan Asas Dominus Litis, Jaksa memiliki kewenangan penuh yang berpotensi melemahkan peran Polri sebagai penyidik sehingga penyidik Polri bisa kehilangan independensinya dalam menangani perkara karena keputusan akhir berada di tangan Jaksa," imbuhnya.


Oleh karena itu, anggota DPRA Komisi VI ini, jelas menolak penerapan Asas Dominus Litis dalam RKUHAP dan meminta kepada para pembuat kebijakan untuk lebih memprioritaskan substansi yang menjamin keadilan substantif bagi masyarakat.


Hukum harus menjadi alat yang memberikan kepastian dan keadilan bagi rakyat, bukan justru menciptakan ketidakpastian baru dalam sistem peradilan kita," pungkasnya.


Disqmping itu, ia juga mendorong adanya kajian lebih mendalam dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum dan masyarakat sipil guna menghasilkan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan prinsip due process of law. (*)