Jan Maringka : Kehadiran UU TNI Wujudkan Single Prosecution System dalam Sistim Peradilan Pidana

Barsela24news.com



Jakarta - Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen 1997-2020 angkat bicara terkait polemik hadirnya Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru disahkan DPR RI dari sisi ilmu hukum. Dimana mahasiswa yang melakukan unjuk rasa penolakan UU TNI, dinilai Jan Maringka belum membaca secara utuh isi UU dimaksud.

Padahal kata dia, jika mahasiswa membaca visi UU TNI yang baru disahkan secara utuh akan lebih memahami, Terutama terkait dampaknya dalam sistim peradilan pidana di Indonesia setelah UU TNI disahkan.

"Saya melihat UU TNI ini sebenarnya justru penegasan. Kalau kita lihat dalam UU Peradilan Militer No 31 Tahun 1997. Menegaskan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi. Jadi ada Oditur jenderal dan dimana kejaksaan akan melakukan penuntutan yang sifatnya koneksitas," kata Jan Maringka dalam acara launching perdana Podcast YouTube Jangan Menyerah (JM), Sabtu (29/3/2025) di Jakarta.

Artinya kata Jan Maringka, kita bisa melihat ada pintu masuk bagi Kejaksaan Agung, yang sebenarnya adalah dark number case, mungkin banyak perkara-perkara militer sipil yang tidak dapat terselesaikan ada jalan keluarnya, Bahkan juga kita melihat UU Kejaksaan No 11 Tahun 2021 telah membentuk jabatan baru, yaitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer.

"Nah kalau kita lihat ini malah justru penegasan, bagaimana membentuk single prosecution system (SPS) dalam sistim peradilan hukum acara pidana (HAP) kedepan sebagaimana diatur dalam UN Guidelines of Prosector, 1990, Jadi kalau lihat sebenarnya ada penegasan Jaksa Agung adalah Penuntut Umum tertinggi, baik dalam peradilan militer maupun sipil maka Jaksa Agungnya satu," ucap Jan Maringka.

Dirinya juga melihat justru penguatan terhadap fungsi kejaksaan agung. Ada satu lagi lembaga yang memiliki fungsi penuntutan, yaitu KPK.

"Nah orang sering lupa dalam KPK itu, jaksanya adalah Jaksa dari Kejaksaan Agung. Sehingga seolah-olah terpisah ada jaksa Kejaksaan Agung dan ada jaksa KPK, tapi isinya mereka adalah Jaksa yang sama sama," tukas Ketua Umum Presidium Persatuan Nusantara Indonesia (PNI)

Menurut Jan Maringka, hal Ini harus diluruskan dalam konteks kedepan, dimana kita melihat ini momennya ada RUU perubahan hukum acara pidana kita.

"Inilah pintu masuk dalam rangka meluruskan pembentukan konsep hukum acara pidana. Jadi kita tidak boleh lagi bercerita penyelidikan untuk penyidikan, tapi berbicara satu kesatuan integrated criminal justice system," terang Jan Maringka.

Sementara itu Dosen Trisakti Dr. Azmi Syaputra, SH, MH, yang juga Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) menilai menarik apa yang disampaikan Jan Maringka. Kalau kita melihat ada peradilan koneksitas yang sebelumnya sudah diatur dalam Pasal 89 sampai Pasal 94 dam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUAP), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.

"Kalau kita rujuk nanti kedalam, katakanlah dalam Rancangan KUAP, hari ini kan diatur di dalam Pasal 161-165. Ini akan menjadi pertanyaan kalau memang mau diatur, kejaksaan malah lebih ada dan lebih detail sebelum UU No 8 Tahun 1981," ungkap Azmi sapaan akrabnya.

Bahkan kata Azmi di Undang-Undang, Nomenklatur ini langsung ada disebutkan kepada Jaksa Agung dalam wujud Jaksa Agung Muda Pidana Militer, melalui Jaksa Tinggi Bidang Pidana Militer dan terus ada oditur jenderal TNI didalamnya.

Selain itu juga diatur kalau ada perbedaan antara Jaksa Agung Pidana Militer dengan Oditur jenderal TNI. Maka Jaksa Agung mengambil keputusan akhir, guna mengakhiri perbedaan pendapat, sebagaimana diatur dalam ayat 2.

"Kalau kita lihat disini yang menjadi repot Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer yang memang dari kalangan militer. Oditur juga dari militer. Terus ini juga diatur ada kalimat yang nanti disini akan sulit sekali mencari titik keseimbangannya, Apa ini yang dimaksud dengan kepentingan militer?," tanya Azmi.

Pro Kontra UU TNI

Pro kontra penolakan UU TNI adalah bagai dari dialektika demokrasi, sebab sudah tercatat dalam perjuangan reformasi sudah ada pemisahan antara fungsi TNI / Polri dalam posisi negara. Antara sipil dan profesional TNI.

"Kemarin ada kekhawatiran terkait isu sensitif berkaitan perluasan tugas TNI, yang tadinya hanya 10 menjadi 16 fungsi. Misalnya, bisa berperan masuk ke dalam bidang pemberantasan Narkoba Cyber, Basarnas dan lainnya. Sehingga orang berpikir kenapa urusan-urusan sipil kok diambil TNI, walaupun kadang kita melihat faktanya banyak orang TNI yang sudah masuk dijabatan tertentu tersebut sebelumnya," ujar Azmi yang hadir dalam Podcast YouTube Jangan Menyerah (JM), Sabtu (29/3/2025).

Padahal banyak masyarakat yang sudah berkarir lama, kok ujung-ujungnya jabatan ini kok diambil diambil oleh bintang-bintang di TNI. Tidak di teman-teman TNI atau di teman-teman Polri, sehingga orang yang sudah sekolah kedinasan dan karir merasa sampai ke puncak karir sendiri.

"Ada yang menganggap juga kalau TNI karirnya bisa sampai 61 sampai 65 tahun di jabatan fungsional tertentu. Termasuk di internal TNI sendiri, sehingga dinilai kok panjang nih dan masuk dinilai bukan bersatu dalam kesatuan tapi bersatu dalam jabatan kekuasaan. Sementara jabatan-jabatan itu hanya sedikit, akhirnya masuk ke jabatan-jabatan sipil," jelasnya.

Hal ini kata Azmi, kalau TNI masuk ke fungsi-fungsi sipil, bagaimana pendekatannya? Tentu masyarakat menilai di TNI, nanti akan masuk dalam budaya kekerasan mungkin dengan pendekatan senjata dan tidak mau dialog.

"Saat ini jaman sudah berubah dan terbuka, tapi karena peradilannya ada peradilan militer TNI nanti akan berbeda lagi dan tidak tersentuh. Dimana peradilannya dilakukan secara tertutup," pungkasnya.

Sementara itu Jan Maringka menambahkan, Kalau dirinya justru melihat ada penegasan dalam UU TNI, jika dilihat pada 6 fungsi TNI. Yaitu di jabatan BNPB, BNPT, Bakamla, KKP, Peradilan Hukum Militer dan lainnya. Semuanya sudah jelaskan pokok dan fungsinya masing-masing.

Jabatan-jabatan ini sudah banyak dijabat dari kalangan TNI, ada BNPB dalam bidang bencana yang diisi Angkatan Darat, BNPT dalam bidang terorisme yang diisi Angkatan Darat. Kemudian ada Bakamla/KKP yang diisi oleh Angkatan Laut untuk kelautan dan perikanan.

"Diluar jabatan-jabatan tersebut maka UU TNI tegas mengatur pensiun mereka," tutup Jan Maringka yang menjadi host acara Podcast YouTube Jangan Menyerah (JM). (red)