“Bumi Jakarta Masih Sakit: Saatnya Gubernur Berpihak pada Lingkungan”

Barsela24news.com


Jakarta, 22 April 2025 – Hari Bumi menjadi pengingat bahwa krisis lingkungan bukan lagi ancaman masa depan, tapi sudah menjadi kenyataan yang menghantui kehidupan warga Jakarta hari ini. Dalam kota yang dipenuhi polusi udara, air tercemar, minim ruang hijau, dan terus mengalami penurunan muka tanah, ‘Bumi Jakarta’ sedang menanggung beban yang makin berat. GERAK (Gerakan Rakyat Jakarta) menilai bahwa Gubernur Jakarta memikul tanggung jawab besar untuk mengubah arah pembangunan kota yang selama ini mengabaikan daya dukung lingkungan.


Pekerjaan Rumah Gubernur untuk ‘Bumi’ Jakarta

Kualitas udara Jakarta terburuk di dunia
Berdasarkan data IQAir per Maret 2025, Jakarta masih konsisten berada di peringkat 3 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Konsentrasi PM2.5 tercatat mencapai 85 µg/m³, jauh di atas ambang batas aman WHO yaitu 5 µg/m³. Warga di Jakarta Timur, Utara, dan Pusat menjadi kelompok paling terdampak. Sayangnya, hingga kini Rencana Aksi Udara Bersih belum berjalan optimal dan hanya bersifat seremonial.

Penurunan muka tanah dan ancaman banjir
Jakarta mengalami penurunan muka tanah rata-rata 4–6 cm per tahun, dengan wilayah terparah di Jakarta Utara yang bisa mencapai 11 cm per tahun (Data BIG, 2024). Kombinasi antara eksploitasi air tanah dan pembangunan masif telah mempercepat krisis ini. Namun, implementasi Perda Pengendalian Air Tanah masih minim, dan investasi untuk air minum perpipaan masih tertinggal.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih jauh dari target
Target RTH menurut UU No. 26 Tahun 2007 adalah 30% dari luas wilayah kota. Namun hingga 2024, data Dinas Pertamanan dan Hutan Kota mencatat bahwa RTH Jakarta baru mencapai 9,92%. Kekurangan ini berdampak langsung pada daya serap air, kualitas udara, dan kenyamanan ruang publik warga.

Sampah menumpuk, solusi minim
Jakarta menghasilkan lebih dari 7.800 ton sampah per hari, namun hanya 4% yang berhasil didaur ulang secara optimal (Dinas Lingkungan Hidup DKI, 2024). Ketergantungan pada TPST Bantargebang masih tinggi, dan program pengurangan sampah dari sumber (zero waste) belum berjalan massif. Sementara itu, penyusunan Perda Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas masih mandek di DPRD. 

Keadilan iklim belum jadi prioritas
Warga miskin kota, terutama yang tinggal di bantaran sungai, pesisir, dan permukiman informal, menjadi pihak yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sayangnya, program adaptasi iklim di Jakarta masih bersifat proyek jangka pendek dan belum terintegrasi dalam rencana pembangunan daerah. 

Seruan GERAK untuk Gubernur Jakarta
Sebagai pemimpin ibukota yang menjadi cerminan Indonesia di mata dunia, Gubernur Jakarta perlu memimpin dengan visi ekologis yang berpihak pada keberlanjutan dan keadilan. GERAK menyerukan:
1. Moratorium terhadap pembangunan yang mengorbankan ekosistem alami, termasuk reklamasi dan penebangan pohon kota.
2. Realisasi nyata Rencana Aksi Udara Bersih yang terukur dan transparan, serta pelibatan komunitas warga. 
3. Investasi serius dalam air perpipaan untuk menghentikan eksploitasi air tanah. 
4. Perluasan ruang terbuka hijau berbasis komunitas dan penguatan taman kota sebagai ruang hidup bersama. 
5. Penerapan insentif-fiskal untuk warga dan RT/RW yang berhasil mengelola sampah secara mandiri. 

Jakarta Butuh Kepemimpinan Hijau
Peringatan Hari Bumi 2025 bukan sekadar seremoni. Ini adalah momen penting untuk menyatakan bahwa Jakarta hanya bisa bertahan jika dibangun di atas prinsip keberlanjutan. Gubernur Jakarta tidak bisa menunda lagi komitmennya. Warga Jakarta siap bergerak. Tapi pemimpin harus terlebih dahulu menjadi teladan, menjadi pelindung bumi Jakarta. 

Selamat Hari Bumi 2025.
Mari rawat kota ini—satu pohon, satu napas, satu tindakan pada satu waktu.

Hormat kami, 

Perkumpulan GERAK
(Gerakan Rakyat Jakarta)
Jakarta, 22 April 2025 

Ketua Umum GERAK : Dhini M

Kontak Media: Vichy +62 857-7668-8958